Search

Pendalaman Alkitab SURAT KEPADA JEMAAT DI KORINTUS

“Jauh di mata dekat di hati” adalah sebuah pribahasa yang mengungkapkan bahwa jarak bukanlah sebuah masalah jika seseorang telah mencinta dan mengasihi dengan begitu sungguh. Hal ini jugalah yang dialami oleh Paulus terhadap jemaat-jemaat yang ia layani pasca pertobatanya. Dan sebagai penulis 1 dan 2 Korintus, jika Paulus mengetahui peribahasa ini pada waktu-waktu pelayanannya dulu, mungkin ia akan mengungkapkannya dengan lebih indah.

Pasca pertobatannya, kira-kira selama tiga tahun Paulus  merenung, studi lebih mendalam mengenai iman barunya, dan kemudian melakukan perjalanan misi (34-58 M), dan pada tahun 67 ia ditangkap dan dihukum mati karena imannya. Oleh karena karya Roh Kudus di dalam semangat, integritas, dan iman Paulus inilah, kekristenan pun bertumbuh dengan pesat. Dan Paulus menceritakan semua pengalaman imannya itu, bagaimana Tuhan menyertainya melalui surat-suratnya. Ia tidak pernah tidak memikirkan jemaat Allah yang ia layani, baik ketika ia di penjara maupun di tempat-tempat yang jauh. Oleh sebab itu, dari dua surat yang dikirim Paulus ke Korintus dari kejauhan, terlihat jelas bahwa Paulus memang pernah menginjili di kota tersebut, dan ia sangat mencintai dan mengasihi jemaat ini.

Kisah Para Rasul 16: 8 yang menceritakan tentang penglihatan malam yang Paulus miliki di Troas. Paulus kemudian memahami penglihatan itu sebagai seruan untuk memulai penginjilan dan segera berangkat ke Filipi, lalu ke Tesalonika, Beroea, Athena, dan akhirnya ke Korintus.  Mula-mula Paulus memberitakan Injil di Korintus seorang diri saja, baru beberapa lama kemudian ia dibantu oleh seorang Yahudi bernama Akwila dan istrinya Priskila (Kis 18: 1-2, 1 Kor 16: 19).  Oleh karena itu, tanpa diragukan lagi, seringkali para ahli tafsir seringkali menggadang bahwa Allah sendiri yang mendirikan gereja di Korintus melalui Paulus.

Mengenai konteks pelayanan Paulus di Korintus,  Joseph A. Fitzmyer dalam bukunya “First Corinthians” mengatakan bahwa Korintus (Κόρινθος) adalah salah satu kota metropolitan di zaman Yunani kuno. Kota ini juga merupakan kota dewa-dewi, penyembah berhala, kota pertemuan, sarang bagi berbagai macam manusia dan agama, baik itu agama asli Yunani, agama asing, juga agama Yahudi, termasuk agama Kristen. J. H. Bavinck mengatakan Di balik kemegahan kota Korintus yang maju, kota ini juga terkenal dengan kebobrokannya, penuh dengan penindasan karena kesenjangan antara yang miskin dan yang kaya, maraknya kejahatan, dan kebobrokan moral, serta rendahnya kesusilaan.

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan bahwa anggota-anggota jemaat Korintus menghadapi dua tantangan besar di dalam pertumbuhan imannya: pertama adalah dari luar diri yaitu konteks kota Korintus itu sendiri dengan segala kebobrokan dan penyembahan berhalanya, dan yang kedua adalah dari dalam diri mereka sendiri, baik secara pribadi maupun jemaat. Oleh karena itu, berdasarkan konteks pelayanan demikian maka kita dapat melihat ciri khas tujuan penulisan surat 1 dan 2 Korintus itu sendiri. Al. Purwa Hadiwardoyo mengungkapkan tujuannya penulisan Kritus sebagai berikut: pertama, mengarahkan jemaat Korintus ataupun setiap orang percaya pada segala zaman agar fokus kepada Kristus; Kasih-Nya, karya-Nya, kematian dan kebangkitan-Nya, serta fokus kekekalan bukan kesementaraan ini!

Kedua adalah mengenai nasihat-nasihat pastoral yakni agar jemaat Tuhan menghindari perselisihan dengan fokus kepada Allah Sang Hakim dan Hikmat yang benar,  bukan kepada pengajar, baik itu Paulus, Apolos, dsb. Selain itu jemaat juga diingatkan untuk hidup di dalam persekutuan dan doa, serta bakti dan persembahan kepada Allah. Ketiga adalah nasihat-nasihat pastoral-moral kepada setiap orang percaya agar senantiasa hidup rendah hati dan dalam kasih, menjaga kesetiaan dan kekudusan, jangan tawar hati walaupun ada maut dan penderitaan, tetapi senantiasa hidup di dalam pengampunan, perdamaian, pelayanan kasih, dan bersukacita.

Di dalam 2 Korintus 5:15 dikatakan “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”. Melalui surat Korintus Paulus menunjukkan bagaimana seharusnya menjadi pengikut Kristus yang sejati. Walaupun terkadang berjalan tertatih-tatih, tetapi ia dengan setia bahkan bersukacita menjalani panggilannya. Karena ia hidup bukan untuk dirinya sendiri. Paulus meninggalkan warisan-warisan iman kepada setiap kita yang notabenenya kehidupan kita tidaklah jauh berbeda dengan orang-orang di Korintus pada saat itu. Oleh karena itu, akan sangat menarik untuk kita menelisik lembar demi lembar kisah perjalanan iman jemaat Korintus ini, sehingga kita sebagai jemaat Tuhan pada zaman sekarang tidak jatuh kepada kesalahan yang sama, tetapi malah semakin beriman mekar dan menebar.

Ev. Malemmita P