Doa Listen to God
LISTEN TO GOD
Charles Stanley, dalam bukunya Listen to God menyampaikan bahwa dilema yang dialami Petrus juga dialami oleh setiap kita. Petrus yang mendengarkan suara Bapa yang memperkenalkan siapa Kristus (Mat. 16:17). Namun sebentar kemudian, Petrus mendengarkan suara Iblis yang mendorong dia untuk menghalangi misi Yesus (ayat 23).
Ketika membahas Mazmur 81, Stanley mengatakan bahwa seharusnya setiap kita bertanya kepada TUHAN, “Lord, have You been trying to tell me something that I desperately need to hear? Are You exhorting me to listen to Your voice?” (p. 8). Stanley menegaskan bahwa “God still speaks to us today because He wants to develop a love relationship that involves a two-party conversation” (p. 9).
Bagaimana TUHAN berbicara kepada kita?
Firman Allah!
“The Lord’s primary way of speaking to us today is through His Word.” (p. 13).
Roh Kudus!
Stanley menjelaskan, “When I say the Holy Spirit “speaks,” I do not mean audibly. Rather, He impresses His will in my spirit or mind, and I hear Him in my inner being. Though not audible, the communication is precise nevertheless.” (p. 16)
Orang lain!
Kita perlu memberikan perhatian khusus kepada sahabat kita yang sering mendoakan kita. Sebab TUHAN dapat memakai dia untuk berbicara kepada kita.
Keadaan!
TUHAN juga berbicara melalui berbagai keadaan yang kita alami.
Kita mesti ingat bahwa TUHAN hanya menyampaikan hal yang sangat penting kepada kita, seperti mengajar kita, mengoreksi hati kita, mengarahkan kita, terkadang juga dalam hal melindungi kita. Yang pasti TUHAN tidak ngobrol dengan kita. Atau dalam bahasa Stanley, “God never says anything unless it is important and worth remembering. He doesn’t engage in chitchat.” (P. 19).
Stanley juga menyampaikan bahwa jika kita kesulitan menangkap pesan TUHAN, seringkali disebabkan oleh ada hal-hal dalam kehidupan kita yang menghalangi kita mendengarkan suara-Nya. Stanley mengatakan, “When God’s speaking voice seems indistinct at times, it is not because of His lack of clarity; it is because there is usually something in our lives hindering a clear hearing of His voice” (pp. 19-20).
Stanley menyarankan kita tidak menjadi pendengar pasif tetapi pendengar yang agresif. Seorang pendengar yang agresif di gereja tidak sulit dikenal. Biasanya mereka membawa buku catatan dan mencatat khotbah yang mereka dengarkan. Pendengar yang agresif berjuang untuk peka terhadap pesan TUHAN setiap waktu.
Tujuan kita mendengarkan TUHAN bukan untuk mengetahui rahasia Allah, juga bukan untuk kebanggaan spiritual. Tujuan kita mendengarkan TUHAN karena cinta kita kepada-Nya dan ingin menerima pengajaran-Nya agar kita dapat mengalami pembaruan.
Bagaimana TUHAN menarik perhatian kita?
Jiwa yang lelah!
Terkadang TUHAN menarik perhatian kita kepada kita melalui jiwa kita yang lelah. Dia ingin kita datang kepada Dia dan memperoleh ketenangan. TUHAN pernah berbicara kepada raja Persia melalui jiwanya yang lelah (Ester 6:1).
Perkataan orang lain!
TUHAN juga bisa menarik perhatian kita melalui perkataan orang lain. Karena hati Daud sudah tidak mengarah kepada TUHAN sebab dia menikmati dosanya, maka TUHAN berbicara kepadanya melalui nabi Natan (2 Sam. 12).
Berkat!
TUHAN juga bisa berbicara kepada kita melalui berkat yang ktia terima secara tiba-tiba (Roma 2:4).
Doa yang tidak dijawab
TUHAN juga bisa berbicara kepada kita dengan tidak menjawab doa kita. TUHAN tidak menjawab doa kita agar kita memeriksa diri - motivasi yang salah (Yak. 4:3), ketidaktaatan (1 Yoh. 3:22), salah memohon (1 Yoh. 5:14), hubungan suami-istri bermasalah (1 Pet. 3:7).
Kekecewaan
Bilangan 14 merupakan contoh di mana TUHAN berkomunikasi melalui kekecewaan.
Situasi yang tidak biasa
Ketika mengalami hal-hal yang di luar duga, ada baiknya berdiam diri dan bertanya kepada TUHAN, apakah ada hal khusus yang ingin Dia sampaikan melalui peristiwa tersebut.
Kegagalan
Yosua pasal 7-8 merupakan contoh di mana TUHAN menarik perhatian kita kepada-Nya melalui kegagalan.
Kesulitan Keuangan
Hagai pasal 1 merupakan contoh di mana TUHAN menarik perhatian kita melalui kesulitan keuangan.
Tragedi
Bilangan 21:4-7 merupakan contoh di mana TUHAN menarik perhatian kita melalui tragedi. Terjadinya sebuah tragedi tidak selalu karena dosa tertentu. Tragedi bisa menjadi sebuah media yang TUHAN gunakan untuk mengajar kita tentang makna, tujuan dan prioritas kehidupan.
Penyakit
Pengalaman raja Hizkia merupakan sebuah contoh di mana TUHAN menarik perhatian dia melalui penyakit. Yakobus 5:14 juga merupakan contoh di mana TUHAN memanfaatkan sakit penyakit agar kita mencari Dia.
Stanley menggunakan sebuah contoh, katakanlah dua kelompok orang berdoa kepada TUHAN. Kelompok pertama bersukacita karena dikuatkan TUHAN sedangkan kelompok kedua berdukacita karena ditegur TUHAN. Kedua kelompok tersebut sama-sama adalah anak-anak-Nya. Mengapa bisa demikian?
Ada faktor-faktor yang harus kita perhatikan ketika berkomunikasi dengan Allah. Jika kita belum tinggal di dalam Kristus, maka TUHAN akan terlebih dulu berfokus pada dosa dan keselamatan kita. Jika kita sudah berada di dalam Kristus, tetapi belum dekat kepada-Nya, TUHAN akan berfokus pada menarik kita untuk dekat pada-Nya, sekalipun jika harus menegur kita dengan keras agar kita kembali melekat pada-Nya.
Disiplin rohani sangat krusial untuk menjalin relasi yang intim dengan TUHAN. Kita mesti rajin dan sungguh-sungguh dalam mempelajari firman TUHAN. Menguasai firman TUHAN dengan baik mempermudah kita membedakan yang mana berasal dari TUHAN dan yang mana bukan berasal dari TUHAN. Cinta kepada TUHAN yang kuat akan mempererat persahabatan kita dengan Dia. Relasi yang dekat dengan TUHAN mempermudah kita mengenal pesan TUHAN untuk kita. Sebagai keluarga Allah, kita mengenal suara-Nya. “I hear His voice because I am the “sheep of His pasture” (Ps. 79:13). Stanley menegaskan bahwa pengenalan kita kepada TUHAN sangat berdampak terhadap relasi kita dengan Dia (p. 67). Oleh sebab itu, sangat penting untuk mengenal TUHAN dengan benar. TUHAN telah memperkenalkan Diri-Nya melalui firman-Nya. Kita harus mempelajarinya dengan tekun seperti tekad Ezra (7:10).
Apakah Anda mendengarkan?
Expectantly (dengan penuh berharap)
Stanley mengatakan jika kita meragukan apakah TUHAN akan berbicara kepada kita maka kita tidak mungkin dapat mendengarkan Dia. Kita tidak percaya TUHAN dapat berbicara, oleh sebab itu biasanya kita hanya menyampaikan berbagai permohonan di dalam doa pribadi kita kemudian kita lanjut dengan aktivitas kita. Kita tidak percaya TUHAN akan berbicara kepada kita sehingga kita tidak membuka hati kita untuk Dia. Stanley mengatakan, “If we are going to listen to God, we must come to Him expectantly. We must anticipate His speaking to us.” (p.80).
Quietly (dengan diam)
Untuk berelasi dengan TUHAN, membutuhkan hati yang diam (Mzm. 46:10). Stanley mengatakan, “when we pray, simply read off a list of requests, then get up and walk off. Instead of listening to God, we only report our requests to Him. How can God speak to us if we don’t take time to listen? Quietness is essential to listening. If we are too busy to listen, we won’t hear. If we spend night after night watching television, and then try to listen, we will find our minds jammed with carnal interference. It takes time and quietness to prepare to listen to God. “My soul, wait silently for God alone, For my expectation is from Him” (Ps. 62:5). (p. 81).
Patiently (dengan sabar)
TUHAN tidak akan berbicara kepada kita secara instan. Dia tidak akan berbicara jika kita tidak siap mendengarkan. Stanley mengatakan, “God will not tell us some things instantaneously. We will hear some special revelations only after having waited a season of time. One of the reasons is simply that we’re not always ready. Because of that, God will sometimes withhold information until we are prepared to listen” (p.82).
Actively (dengan aktif)
Stanley mengatakan, “To hear God we must actively wait and meditate upon His Word” (p. 82). Meditation upon God’s Word is one of the most wonderful ways we can listen to the voice of God for divine guidance (p. 84)
Confidently (dengan yakin)
Stanley percaya, “We must be confident that when we listen to God, we will hear what we need to hear. It may not always be what we wish to hear, but God communicates to us what is essential in our walk with Him” (p. 84).
Dependently (dengan bersandar pada-Nya)
Kita tidak dapat mendengarkan TUHAN tanpa pimpinan dan pertolongan Roh Kudus. Kita perlu bersandar pada Roh TUHAN untuk menangkap pesan yang ingin Ia komunikasikan dengan kita. Stanley berpendapat, “As we come to God, we must come in recognition that we are totally dependent upon the Holy Spirit to teach us truth.” (p. 84). Kita harus ingat bahwa kita tidak dapat memanipulasi TUHAN. Kita harus bersandar penuh pada-Nya. Stanley menegaskan, We cannot make God tell us anything one split second before He is ready. We can fast and pray and weep and give, but that doesn’t impress Him at all. The only way is to come humbly before Him, dependent upon the abiding, effective work of the Holy Spirit within us.” (p. 84).
Openly (dengan terbuka)
Prinsip yang sangat penting adalah kita harus membuka hati kita untuk TUHAN. “To listen openly means to be willing to hear God correct us as well as comfort us, to hear God convict us as well as assure us. We may be looking for a word of comfort from God when He may have a word of correction. If we come to Him only for comfort and prosperity, only for what is soothing to the ear, then we will not always hear what God has to say.” (p. 87).
Attentively (dengan penuh perhatian)
“Listening to God demands our full attention. If He speaks through His Word (through His Spirit, through others, and through circumstances), then we must live every day attentively and alertly.” (p. 88)
Carefully (dengan hati-hati)
Kuasai firman TUHAN dengan baik. Sebab firman TUHAN adalah filter yang harus kita gunakan untuk membedakan apakah kita mendengarkan pikiran sendiri atau firman TUHAN. Oleh sebab itu, kita harus memasang jangkar yang sangat kuat pada firman-Nya.
Submissively (dengan ketaatan)
“We need to listen to God submissively, because sometimes when He speaks to our hearts, we will not like what we hear. When the Lord tells us something we don’t want to hear, we may not react in total obedience.” (p. 89).
Gratefully (dengan penuh rasa syukur)
“When we come to the Father, we should have a grateful attitude.” (p. 90).
Reverently (dengan penuh hormat)
“A reverent heart should be the foundation of hearing God.” (p. 92).
Mari menjalin persahabatan yang dekat dengan TUHAN! Kiranya TUHAN menolong kita!
Pastor Lan Yong Xing
Stanley, Charles F.. How to Listen to God. Thomas Nelson. Kindle Edition.