Doa DAY 2 - Peperangan Keinginan
Peperangan Keinginan Begitu Dahsyat
Ketika saya berusaha untuk diam, saya mengalami peperangan keinginan. Saya ingin makan ini dan itu. Setelah memakan roti kaya dan kopi, saya masih mengingini carrot cake dan oyster omelette. Setelah makan wanton noodle, saya masih mengingini nasi kari. Tiba-tiba saya kok jadi thamciak (Hokkien for rakus makan). Ruth Haley mengatakan, "When we make room for silence we make room for ourselves.... Silence invites the unknown, the untamed, the wild, the shy, the unfathomable-that which rarely has a chance to surface within us."
Ya TUHAN, tolonglah hamba-Mu ini. Bagaimana agar saya dapat mendiamkan hati saya? TUHAN, arahkanlah hati saya kepada Engkau. Sebab, saya ingin mengarahkan hatiku kepadamu.
Diamlah!
Hari ini saya belajar bahwa ternyata kata "Diamlah" (Mazmur 46:11) berarti "Melepaskan genggaman." Abraham melepaskan zona nyamannya di Ur-Kasdim (Ibr. 11:8). Musa melepaskan kesenangan Mesir (Ibr. 11:25). Berkali-kali Yakub melepaskan berbagai genggaman hidupnya. Berkali-kali juga Daud melepaskan berbagai genggaman dalam hidupnya. Matius meninggalkan meja kerjanya. Petrus, Yohanes dan Yakobus meninggalkan jala mereka. Tampaknya, dengan melepaskan diri, kita baru dapat berjumpa dengan Allah yang hidup.
Firman TUHAN mengajarkan, "Hanya dekat Allah saja aku tenang, dari Dialah keselamatanku" (Mazmur 62:2). Sering kali kita sulit memeluk Allah karena kita membawa terlalu bagasi sehingga tidak ada ruang untuk memeluk-Nya. Kita perlu melepaskan banyak bagasi yang kita pandang penting, dan berlari memeluk-Nya. Hal yang paling mengganggu hati yang diam di hadirat TUHAN adalah diri kita yang terus-menerus berbicara kepada diri sendiri.
Mendekatkan diri kepada Allah tidak dapat dipisahkan dengan mengasihi Dia dengan mendalam. Yesus Kristus mengatakan, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal budimu" (Mat. 22:37 mengutip dari Ulangan 6:5). Saya jadi merenungkan mengapa tidak dimulai dengan kata "akal budi", tetapi dimulai dengan hati dan jiwa? The place for love is first and foremost in our heart and our soul. Ruth Haley mengatakan, "We love God because God first loved us. We desire God because God first desired us. We reach for God because he first reached for us and created us with a longing for himself."
Solitusi bukan sebuah daftar kegiatan yang kita kerjakan. Solitusi merupakan tempat rahasia di mana kita mengasihi TUHAN dan berada di hadirat-Nya.
Ps. Lan Yong Xing