Doa DAY 1 Mengingat Tiga Doa Saya
Senin, 10 April 2023
Saya diberikan kamar hostel yang menghadap TTC Sanctuary (di waktu studi, saya tinggal di lantai 2, tetapi saat ini saya tinggal di lantai 1).
Saya langsung membuka jendela yang menghadap TTC Sanctuary, berlutut dan mengucap syukur kepada TUHAN. Saya diingatkan momen-momen ketika saya sedang studi di TTC dari tahun 2002-2005 di mana saya sering berdoa sambil menghadap sanctuary.
Pada saat itu, saya berdoa selama 1,5 tahun memohon TUHAN memberikan saya beasiswa. Sebab, tanpa beasiswa, saya harus keluar dari sekolah. Saya hanya diberikan biaya untuk kebutuhan semester pertama. Jadi, ketika memasuki semester kedua dan ketiga, saya menghabiskan seluruh tabungan saya. Basically, I was broke. Saya dalam keadaan bangkrut.
Namun, TUHAN adalah setia. Dia memelihara kehidupan saya. Dari praktik pekan minggu di Spore, saya mendapat 150 SGD per bulan. Saya mengambil pelayanan di bagian admin yang mendampingi dosen yang memberikan seminar di Central Business District untuk para pekerja kantor. Dari situ, saya menerima sedikit uang saku yang di dalamnya sudah termasuk ongkos taksi ke CBD. Saya pribadi menikmati pelayanan tersebut (sekalipun cukup melelahkan), tetapi saya dapat belajar ekstra di malam hari. Dengan keajaiban-Nya, TUHAN memelihara saya. Saya tidak kekurangan suatu apapun.
Permohonan kedua adalah untuk kesembuhan lutut saya. Di semester keempat, saya tiba-tiba tidak dapat berjalan karena lututnya membengkak. Saya tidak dapat menekuk lutut saya. Naik tangga sangat sulit buat saya, karena saya tidak dapat menekuk lutut saya. Saya sama sekali tidak dapat jongkok. Sekolah meminjamkan saya alat bantu jalan (penyangga tubuh). Ternyata, menggunakan alat bantu jalan tidak semudah yang saya bayangkan, terutama ketika harus naik turun tangga. Atas saran rektor, saya berkonsultasi dengan dokter orthopaedic di Gleneagles Hospital. Dokter mengeluarkan cairan yang menyebabkan bengkak untuk dibiopsy.
Seminggu kemudian, saya kembali lagi ke Gleneagles dengan hati yang takut. Berita baik dari dokter adalah "Thank God, it is not cancer". Namun, dokter menyarankan bahwa saya harus dioperasi agar dapat berjalan normal kembali. Ketika diberitahu bahwa biaya operasi berkisar 7000 SGD, saya langsung pasrah. Sebab, untuk ke Gleneagles saja, saya harus meminjam uang dari teman baik saya dan juga dari mentor saya. Dokter mengatakan bahwa lutut saya akan terus sakit jika tidak dioperasi. Saya masih ingat jawaban yang saya berikan kepada beliau, "It is all right doctor. I can bear with the pain." Atau "Gak apa-apa dok, saya bisa tahan sakit."
Di luar duga saya, dokter mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membayar biaya biopsy saya. Dia kemudian mengantar saya ke lantai dasar menuju apotik dan membeli pembungkus lutut yang ketat untuk saya. Dia katakan, pembungkus lutut ini dapat mengurangi rasa sakit.
Saya pulang dan mengembalikan uang pinjaman kepada teman dan mentor saya. Selama berbulan-bulan hingga setahun saya berdoa memohon kesembuhan dari Dia. Setelah beberapa waktu saya tidak lagi butuh menggunakan penyangga tubuh, tetapi saya tetap berjalan dengan terpincang-pincang. Saat itu, saya berpikir, mungkin saya harus berjalan dengan pincang seumur hidup saya. Terkadang saya naik ke taman doa yang berada di samping sanctuary untuk berdoa. Ajaibnya, lutut saya sembuh secara sendirinya sebelum saya wisuda.
Doa ketiga yang saya panjatkan sambil menghadap sanctuary di tahun terakhir adalah memohon karunia Roh. Saya menyadari bahwa saya tidak sanggup melayani Dia tanpa karunia Roh. Saya memohon karunia mengajar dan berdoa dari-Nya.
Inilah tiga doa utama yang saya panjatkan kepada TUHAN sambil menghadap Sanctuary dari tahun 2002-2003. Dalam retreat ini, saya kembali berlutut di tempat yang sama dan menaikkan 3 tiga (saya tidak menyebutkan di sini, apa tiga doa yang saya doakan).
Ps. Lan Yong Xing