Doa DAY 1 - Entering Death
Senin, 10 April 2023
"Cukuplah sudah! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik daripada nenek moyangku." (1 Raj. 19:4).
Dua puluh tahun telah berlalu sejak saya pertama studi di Trinity Theological College, Singapore, yakni pada tahun 2003. Sebagian sejarah kehidupan saya terukir di sana. Artinya, TTC menjadi salah satu landmark (landmark moment) dalam sejarah kehidupan saya.
Saya menghirup aroma yang familiar, yakni aroma perpustakaan dan kamar yang masih sama dengan 20 tahun yang lalu. Banyak hal yang sama, kecuali sebagian besar dosen saya sudah emeritus dan MRT Hillview yang tepat berada tepat di depan kampus sangat mempermudah perjalanan. Makanan dan kopinya masih tetap tidak enak seperti dulu. The food tastes terrible and the coffee makes us miserable. Pohon-pohonnya sudah menjadi jauh lebih tinggi. Sebagian dosen yang masih mengajar sudah tampak lebih tua, termasuk saya.
Professor Simon Chan merekomendasikan saya beberapa buku sebagai pelengkap untuk menemani solitusi dan keheningan saya. Ternyata, saya bukan satu-satunya pastor yang mengambil waktu untuk retreat maupun studi mandiri (riset) di tempat ini. Ada yang mengambil waktu sebulan, 3 bulan, 6 bulan bahkan 1 tahun. Mereka dari berbagai negara seperti Thailand, Vietnam, Filipina dan China. Saya sangat bersyukur, sebab jam buka perpustakaannya adalah Senin-Jumat dari jam 9 pagi hingga 6 sore waktu setempat. Hal ini mempermudah saya untuk menggunakan fasilitas tersebut.
Saya mengantisipasi retreat pribadi yang saya namai dengan "Solitude and Silence" ini sejak lama. Sebab, saya pernah mengalami perjumpaan dengan TUHAN yang membuat saya terharu, menangis dan sangat bersyukur di awal tahun 2019. Kemudian setelah itu, saya mengupayakan 2 hari retreat setiap tahunnya. Kali ini saya mencoba menjalani retreat selama 7 hari. Tampaknya, ini retreat terpanjang yang pernah saya jalani.
Semakin mendekati masa retreat, saya semakin takut dan khawatir. Di dalam hati saya muncul berbagai pertanyaan. Apakah istri dan anak saya akan baik-baik saja? Apakah jemaat GKI Duta Mas akan baik-baik saja? Bagaimana jika terjadi sesuatu pada mereka? Bagaimana jika TUHAN tidak berkenan menemui saya? Bagaimana jika TUHAN tidak berkenan berbicara kepada saya sehingga retreat saya menjadi sia-sia? Mungkin TUHAN berkenan menjumpai Musa, Elia dan Yeremia. Namun, siapakah saya? Apakah Dia berkenan menjumpai saya yang bukan siapa-siapa ini? Hati saya menjadi tidak tenang!
Saya cukup kaget ketika menemukan ferry yang saya tumpangi memutar film The Lion King. Saya baru saja menceritakan tentang Simba kecil yang dikepung oleh segerombolan hiena di dalam khotbah Jumat Agung. Ketika menyaksikan Simba duduk di samping bapaknya, saya menangis karena terbayang Kristus duduk di samping saya. Ketika melihat melihat bapak Simba mati di lembah, saya menangis karena terbayang saya telah membunuh Kristus akibat dosa-dosa saya. Saya adalah seorang yang berdosa. Saya teringat akan firman TUHAN di Amsal 20:9, "Siapakah dapat berkata: "Aku telah membersihkan hatiku, aku tahir dari dosaku?"
Dalam hari pertama retreat, saya mempelajari sesuatu yang baru. Ternyata, ketika saya retreat, saya bagaikan sudah mati. Relasi saya dengan istri dan anak terputus. Relasi dengan GKI Duta Mas terputus. Relasi dengan sahabat-sahabat saya terputus. Saya tidak dapat menghubungi mereka dan mereka tidak dapat menghubungi saya. Saya bagaikan mati dan berada bersama TUHAN. Ternyata, demikian rasanya apabila saya mati dan kembali kepada TUHAN.
Ps. Lan Yong Xing