Search

Doa Bermeditasi dengan Firman TUHAN

Bermeditasi dengan Firman TUHAN

Raja Daud adalah seorang yang berjiwa meditatif. Tidak mengherankan jika Daud disebut sebagai seorang yang berkenan di hati-Nya (1 Sam. 13:14). Charles Stanley menggunakan Daud sebagai contoh utama ketika dia membahas pentingnya duduk di hadirat Allah. Dalam 2 Samuel 2:7, Daud berkontemplasi untuk mendirikan Rumah TUHAN. 

Lalu masuklah raja Daud ke dalam, kemudian duduklah ia di hadapan TUHAN (2 Sam. 7:18a)

Stanley berpendapat bahwa Daud tidak duduk di kursi, melainkan sambil berlutut dia duduk di atas tumitnya sendiri. Dalam disiplin spiritualnya, Daud senantiasa berada di hadirat Allah. Stanley mengingatkan bahwa Setan sangat tidak suka kita berada di hadirat Allah. Stanley mengatakan, 
“Since meditation is the one activity that should be the daily priority of believers, it is the one discipline Satan will doggedly keep us from observing” (p. 94-95)..

Stanley membagikan 4 prinsip dasar dalam bermeditasi:
1. Review The Past 

Melihat kembali masa lalu kita mempermudah kita memperhatikan pimpinan TUHAN atas hidup kita. Daud juga melakukan hal serupa. Dia berkata kepada TUHAN, "Siapakah aku ini, ya Tuhan ALLAH, dan siapakah keluargaku, sehingga Engkau membawa aku sampai sedemikian ini?” (2 Sam. 7:18b). Daud mengingat bagaimana dia dipilih, disertai Tuhan. Daud mengingat pengalaman dia ketika mengalahkan Goliat. Dia mengingat keadaan dia dikejar-kejar raja Saul. Merenungkan penyertaan TUHAN dalam hidup ini sangat krusial di dalam meditasi. Stanley mengatakan, “When we meditate, we should focus on how God has operated in our lives in the past.” (p. 96).

2. Reflect Upon God
Merenungkan tentang TUHAN atau berfokus pada TUHAN. Daud berdoa, 
Dan hal ini masih kurang di mata-Mu, ya Tuhan ALLAH; sebab itu Engkau telah berfirman juga tentang keluarga hamba-Mu ini dalam masa yang masih jauh dan telah memperlihatkan kepadaku serentetan manusia yang akan datang, ya Tuhan ALLAH. Apakah yang dapat dikatakan Daud kepada-Mu lebih lagi dari pada itu. Bukankah Engkau yang mengenal hamba-Mu ini, ya Tuhan ALLAH? Oleh karena firman-Mu dan menurut hati-Mu Engkau telah melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukannya kepada hamba-Mu ini (2 Sam. 7:19-21). Stanley menegaskan, “Focusing on difficulties intensifies and enlarges the problem. When we focus our attention on God, the problem is put into its proper perspective, and it no longer overwhelms us.” (p. 97)

3. Remember God’s Promise
Daud mengatakan, “Oleh sebab itu, ya Tuhan ALLAH, Engkaulah Allah dan segala firman-Mulah kebenaran; Engkau telah menjanjikan perkara yang baik ini kepada hamba-Mu.” (2 Sam. 7:28). Kita dapat mengingat perjanjian TUHAN dengan kita dalam meditasi kita, misalnya perjanjian darah Kristus (cawan), perjanjian keselamatan untuk anak-anak kita., perjanjian penyertaanNya.

4. Make a Request
Daud memanjatkan permohonannya kepada TUHAN, “Kiranya Engkau sekarang berkenan memberkati keluarga hamba-Mu ini, supaya tetap ada di hadapan-Mu untuk selama-lamanya. Sebab, ya Tuhan ALLAH, Engkau sendirilah yang berfirman dan oleh karena berkat-Mu keluarga hamba-Mu ini diberkati untuk selama-lamanya.” (2 Sam. 7:29).


APA YANG KITA BUTUHKAN DALAM BERMEDITASI?

A Season of Time
Mazmur 62:5 mencatat “Hanya pada Allah saja kiranya aku tenang, sebab dari pada-Nyalah harapanku.” atau dalam bahasa Inggris “wait silently for God alone, For my expectation is from Him.” Stanley mengatakan, “When we tell God we don’t have time for Him, we are really saying we don’t have time for life, for joy, for peace, for direction, or for prosperity, because He is the source of all these.” (p. 100).

Stillness
Mazmur 46:11 mengatakan, “ "Diamlah dan ketahuilah, bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa, ditinggikan di bumi!” Tanpa jiwa yang diam (tenang), kita akan sangat sulit untuk berelasi dengan TUHAN dan mengenal Dia. Stanley mengatakan, “Stillness brings us to the point where we can concentrate. It’s difficult to fix our thoughts upon God as we barrel the expressway or stand in the midst of noisy friends. We often miss God’s most beautiful interventions in our lives because we are so distracted by other things that we can’t see or hear Him. We are not sensitive before Him. We haven’t learned to be still in His presence.” (p. 101).

Seclusion
Kita perlu pergi dari rutinitas kita. Yesus sering pergi ke tempat yang sunyi untuk berdoa (Markus 1:35). Stanley mengingatkan, “God wants you to have a private time with Him, free from the competition of others. He loves just plain, simple, exciting you. He wants you all to Himself to put His loving, divine arms around you.” (p. 102).

Silence
Yesaya 30:15 mengatakan, “Sebab beginilah firman Tuhan ALLAH, Yang Mahakudus, Allah Israel: "Dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu." Tetapi kamu enggan” Kekuatan kita ada pada kemampuan untuk tinggal diam. Stanley menegaskan, “Silence and seclusion before God allow Him to speak to our hearts clearly, positively, and unmistakably. Though God may not speak to us audibly, He will move in our spirits and impress our minds.” (p. 103).

Self-control
Stanley mengingatkan, When we meditate, we may feel as if nothing is happening outwardly. Just because we can’t detect God’s functioning overtly doesn’t mean that God is not at work.” (P. 103). Kita perlu belajar pengendalian diri. Kita tidak akan dapat mengendalikan TUHAN. Kita juga tidak boleh berharap bahwa TUHAN akan bekerja secara instan. Kita perlu melatih diri untuk berfokus pada Dia sebab konsentrasi itu sangat sulit.

Submission
Ketaatan adalah sikap yang sangat penting dalam bermeditasi. Tanpa ketaatan kepada TUHAN, kita akan sangat sulit berfokus pada TUHAN. Apa yang TUHAN sampaikan kepada kita tidak selalu sedap didengar. Terkadang bisa sangat menyakitkan. Tetapi yakinlah bahwa TUHAN sangat mengasihi kita. Dia tidak akan mencelakakan kita. Dia justru mengusahakan kesejahteraan kita. Stanley mengatakan, “If we are rebellious in our hearts and insist on having our own way, we won’t meditate. Rebellion is the antithesis of submission, and if we are to hear Him adequately, our minds and hearts must be totally surrendered to Him. Yieldedness is vital in listening to what He has to say.” (p. 104).

Pastor Lan Yong Xing