Search

Doa Apa yang Menghalangi Kita Mendengarkan TUHAN

Apa yang Menghalangi Kita Mendengarkan TUHAN

TUHAN tidak hanya berbicara kepada segelintir orang, atau hanya kepada giant spiritual alias orang yang sangat rohani. Akan tetapi TUHAN ingin berbicara kepada setiap anak-Nya. TUHAN adalah Bapa yang peduli dan ingin selalu mengajar dan memperbarui kehidupan anak-anak-Nya. Charles Stanley mengatakan,

“Through the ages many sincere Christians have attempted to listen to God. Usually, after several painfully silent sessions, they cease their efforts, claiming that either God doesn’t have anything to say to them or they just don’t know how to hear Him. We know we have a concerned Father who is more than willing to communicate, and we certainly want to hear from Him. So what’s the problem?” (p. 123).

 

Apa saja yang menghalangi kita mendengarkan TUHAN?

1. A lack of knowledge of God

Belajar firman TUHAN dengan tekun dan sungguh-sungguh merupakan kunci penting untuk mengenal TUHAN. Kita tidak dapat mengenal suara-Nya jika kita tidak mengenal Siapa Dia.

2. A poor self-image

Gambar diri yang buruk akan membuat  kita berpikir, “Siapakah saya, saya bukan seorang hamba TUHAN, mana mungkin TUHAN mau berbicara kepada saya?” Kita akan menyimpulkan TUHAN tidak peduli pada kita, dan tidak berkenan berbicara kepada kita. Mazmur 139 dapat menjadi dasar penting untuk menolong kita mengenal identitas kita.

3. A false sense of guilt

Terdapat dua jenis perasaan bersalah. Perasaan bersalah karena diinsafkan Roh Kudus yang membawa kita ke dalam pertobatan dan perasaan bersalah berkepanjangan yang belenggu maut Si Iblis.

4. Busyness

Kesibukan merupakan musuh besar spiritualitas. Tidak heran jika ada Hari Sabat (hari ketujuh), bulan Sabat (bulan ketujuh), tahun Sabat (tahun ketujuh) untuk istirahat penuh. Kesibukan membuat kita tidak peka terhadap suara TUHAN.

5. Unbelief

Apabila kita tidak percaya bahwa TUHAN dapat berbicara kepada kita melalui firman-Nya, Roh-Nya, sesama maupun melalui keadaan, maka kita tidak mungkin akan memperhatikan suara-Nya.

6. God-directed anger

Stanley mengajukan pertanyaan, “Dapatkah seseorang mendengarkan jika dirinya dipenuhi amarah, kekesalan, kepahitan, dan sakit hati?” Akan sangat sulit bagi kita untuk mendiamkan hati dan mendengarkan TUHAN jika kita dikuasai kepahitan maupun amarah kepada TUHAN. Luka di dalam hati kita akan menghasilkan gelombang emosi yang ditujukan kepada TUHAN dan sesama.

7. Harbouring sin

Terdapat perbedaan antara melakukan dosa dengan memelihara dosa. Yang dimaksud dengan memelihara dosa adalah menyadari bahwa TUHAN telah menegur berulangkali dosa tertentu di dalam diri kita, dan kita memeliharanya dengan sengaja dan tidak merendahkan hati untuk mencari pertolongan Dia.

8. A rebellious spirit

Roh yang memberontak sangat berbahaya, yakni mendengarkan suara TUHAN tetapi dengan sengaja menolaknya. Roh yang memberontak akan terus berjuang untuk menentang TUHAN.

9. Rejecting God’s messengers

Stanley mengatakan, “Sometimes a husband doesn’t want to hear God speak through his wife. Sometimes a wife doesn’t want to hear God speak through her husband” (p. 132). Dari waktu ke waktu, TUHAN bisa mengutus orang-orang tertentu untuk berbicara kepada kita. Terkadang orang yang TUHAN utus kepada kita adalah orang yang tidak kita sukai. Terkadang TUHAN berbicara kepada kita dalam situasi yang tidak nyaman.

10. Untrained listening

Stanley mengatakan, “Listening to God isn’t something we come into the world automatically knowing how to do. We have to train ourselves to listen.” (pp. 132-133). Kita tidak secara otomatis mengenal suara TUHAN. Samuel tidak mengenal suara TUHAN ketika dia pertama kali mendengarkannya. Imam Eli yang mengarahkan dia cara berespons kepada TUHAN. Dengan kata lain, kita butuh melatih diri untuk mendengarkan.

Stanley, Charles F.. How to Listen to God. Thomas Nelson. Kindle Edition.

Ps. Lan Yong Xing