Artikel Sejenak Aku Menoleh
Sejenak Ku Menoleh
Filipi 3: 10-16
PKJ 244 Sejenak Aku Menoleh (https://www.youtube.com/watch?v=__RJsXgEiAc)
- Sejenak aku menoleh, pada jalan yang t’lah kutempuh. Kasih Tuhan kuperoleh, membuatku tertegun. Jalan itu penuh liku, kadang-kadang tanpa t’rang. Tapi Tuhan membimbingku, hingga aku tercengang. Kasih Tuhan membimbingku, dan hatiku pun tenang.
- Bukan kar’na aku baik, dipegangNya tanganku erat. Bukan pula orang laik,,hingga aku didekap.O, betapa aku heran, dilimpahkan yang terbaik. Dengan apa kunyatakan, kasih Tuhan yang ajaib? Kulakukan, kusebarkan, kasih Tuhan yang ajaib.
Dari lagu Pujian ini setidaknya ada dua poin berharga yang bisa kita petik; Pertama, lagu mungungkapkan satu kenyataan bahwa hidup adalah sebuah perjalanan dengan segala lika likunnya. Kedua, bahwa dalam perjalanan yang berliku itu senantiasa Tuhan yang membimbing melalui Anugrah Tuhan dan kasihNya. Ia menolong, Ia memegang tangan kita, membimbing kita kepada terang-Nya bukan karena kita orang baik, bukan juga karena kita memiliki kelebihan maupun kehebatan tertentu. Tetapi semata-mata hanya karena anugerah-Nya. Sadarkah saudara mengenai hal ini bahwa Anda telah melangkah sejauh ini, dan sampai pada titik ini di dalam perjalanan hidupmu, adalah semata-mata hanya karena kemurahan dan anugerah-Nya?
Yang sering terjadi di dalam perjalanan hidup adalah ketika seseorang sedang dilanda tantangan dan permasalahan hidup, ia berseru-seru kepada Tuhan, bahkan mengucapkan berbagai janji manis kepada Tuhan agar Ia mau campur tangan di dalam hidupnya, menolongnya untuk keluar dari segala permasalahan yang sedang melandanya. Namun, beberapa lama kemudian, setelah hidupnya kembali stabil bahkan diberkati dengan hidup berkecukupan, ia pun melupakan campur tangan dan kebaikan Tuhan itu. Hal yang demikian pernah dilakukan oleh bangsa Israel, Tuhan membebaskan mereka dari tanah mesir, menyertai perjalanan hidup mereka, tetapi akhirnya mereka melupakan Tuhan, bahkan berbalik kepada ilah-ilah lain (Keluaran 32:1-6). Apakah kita juga seperti Israel ini, lupa akan kebaikan Tuhan? Jika kita juga demikian maka bertobatlah dengan sungguh-sungguh di hadapan-Nya!
Di dalam perjalanan hidupnya, secara duniawi Paulus pernah berada di masa-masa keemasanya. Namun ketika Ia memutuskan untuk menjadi pengikut Kristus ia pun dijebloskan ke dalam penjara, dan kitab Filipi yang kita baca hari ini merupakan salah satu kitab yang ditulis Paulus dari dalam penjara. Di dalam penjara tentu ia sangat menderita. Oleh karena itu, tidak mengherankan ia pun berbicara mengenai penderitaan dengan mengatakan “Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati (Fil 3: 10-11).
Paulus sadar bahwa tidak ada penderitaan yang dapat dibandingkan dengan penderitaan yang telah dialami Kristus, dan ia mau mengenal Kristus lebih lagi, mengenal kuasa-Nya, sekalipun harus menderita untuk beroleh kebangkitan sebagaimana yang dialami Kristus. Spirit rela menderita bahkan rela menderita demi menjadi saksi-Nya, mewujudkan kerinduan dan kehendak-Nya lah semestinya dimiliki oleh setiap orang percaya pada zaman sekarang ini. Mungkin jika kita menjadi Paulus, ketika diperhadapkan dengan penderitaan kita akan langsung bernostalgia dan tenggelam di dalam indahnya hidup kita di masa lalu! Tetapi tidak dengan Paulus. Sebab ia tahu bahwa tidak ada yang dapat dibandingkan dengan panggilan Sorgawi yang telah ia terima (ay. 14). Bisa jadi, jemaat Filipi yang sedang berada di dalam pergumulan pada waktu itu juga berpikir betapa indahnya masa lalu mereka ketika mereka tidak menjadi orang Kristen, padahal mereka telah menerima kasih karunia Tuhan. Oleh karena itu, dengan tegas Paulus mengatakan bahwa mereka harus berpikir sempurna atau dengan bahasa lain mereka harus berpikir benar, sesuai dengan apa yang Tuhan mau (ay.15).
Tidak hanya berpikir dengan benar, tetapi juga bertindak dengan benar, yakni dengan melanjutkan pengertian yang benar selama ini, melanjutkan perjalanan iman yang telah mereka tempuh selama ini (ay. 16). Orang yang berpikir dengan benar akan bertindak dengan benar pula apabila ia sudah benar-benar sadar dan mengerti apa yang Allah benar-benar inginkan dari-Nya. Dan dengan berpikir benar (berfikir seperti yang Allah rindukan dan kehendaki) maka kita akan benar-benar disadarkan bahwa pekerjaan Tuhan, rencana, dan rancangan-Nya lah yang mestinya yang terpenting dan utama melampaui kehendak dan rencana kita. Dan dengan demikiam, walaupun terdapat tantangan bahkan penderitaan ketika menjadi saksi-Nya maka Ia tidak akan gentar untuk melanjutkan panggilan Tuhan di dalam hidupnya!~
Godaan untuk kembali ke masa lalu, dan berandai-andai memang bisa terjadi pada siapa saja, apalagi ketika merasa bahwa pilihan yang sekarang ini (yang telah diambil) justru membuat diri menderita. Paulus tahu akan hal ini, oleh karena itu, sebagai kesaksian hidupnya, ia mengatakan “Saudara-saudara, aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku” (ay. 13). Kata “bahwa aku telah menangkapnya” ini hendak memperlihatkan kepada jemaat Filipi bahwa Paulus merasa belum merasa mencapai tujuan itu yakni mengenal Tuhan dengan benar, dan juga mengenal kuasa, dan menjadi serupa dengan Dia. Dengan kata lain, Paulus sadar pengenalan akan Tuhan dengan segala misteri dan kebesarn-Nya, memperoleh mahkota sorgawi itu adalah sebuah proses di dalam perjalanan hidup ini. Dan oleh karena itu, ia tidak mau digoda apalagi terjebak dengan nostalgia masa lalu maupun persoalan-persoalan yang bukan utama pada masa ini, Ia hanya mau mengarahkan langkah dan pandangannya ke depan, kepada Allah.
Saudara, kita sudah sampai pada minggu, penghujung tahun ini, jika saya bertanya kepada Anda saat ini apa yang sesungguhnya engkau kehendaki, kira-kira apa yang akan menjadi jawaban saudara? Kiranya kita dapat menjawab sebagaimana Paulus menjawab (makin mengenal-Nya, kuasa-Nya bahkan penderitaan-Nya), sebab hal yang demikian yang Tuhan rindukan, dan mau dengar dari setiap kita! Di dalam perjalanan hidup, banyak hal di luar prediksi kita mungkin terjadi, tetapi kita jangan menjadi orang yang mudah lupa akan berkat, kemurahan, dan kebaikan Tuhan. Saya lihat sendiri (dulu), ada beberapa orang yang saya kenal yang dapat dikatakan hidupnya sudah “berhasil” pada saat ini, tetapi berkat, keberhasilannya itu justru membuat mereka jauh dari Tuhan, bahkan ada seseorang yang telah melupakan Tuhan dan mengikuti ilah-ilah lain seperti bangsa Israel. Padahal saya tahu persis bahwa Tuhan begitu baik di dalam kehidupannya.
Saudara, di penghujung minggu (tahun ini) coba renungkan kembali segala berkat, kebaikan, dan kemurahan Tuhan di dalam hidupmu, lihatlah sejenak ke belakang, lihatlah betapa baiknya Ia di dalam hidupmu. Seperti lagu di awal tadi, betapa Ia telah menolong, menuntunmu, memberkatimu, dan membimbingmu dengan caranya yang ajaib selama ini. Jangan melupakan-Nya, tetapi ingatlah Ia senantiasa di dalam hidupmu, apa pun yang engkau fikirkan, rencanakan, kerjakan dan lakukan, sebagaimana yang pesan Musa kepada seluruh umat Israel “Hati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan Tuhan Allahmu, dengan tidak berpegang kepada perintah-Nya, yang kusampaikan pada hari ini. Jangan sampai, apabila engkau sudah makan dan kenyang, mendirikan rumah-rumah yang serta mendiaminya” (Ulangan 8:11-12)!
Ev. Malemmita