Search

Artikel DOMBA YANG MENGGEMBALAKAN!

Saya berbahagia bisa mendengarkan sharing Archbishop John Chew mengenai panggilan seorang gembala dalam Presbyterian Regional Leaders Motivational Camp yang diselenggarakan di Singapore pada tanggal 27-30 September 2016. Dan setelah berdiskusi dengan rekan-rekan gembala GKI Klasis Priangan, saya menuliskan artikel tersebut. Saudara, dalam era industrisasi dan teknologi, kita tidak asing dengan istilah pemimpin, manager, planner, CEO, organizer, ketua. Atau dalam istilah militer kita menggunakan kata “Jenderal, panglima, dan komandan”. Nah, bagaimana dengan istilah di dalam Alkitab? Well, GEMBALA merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk mengungkapkan pelayanan pemimpin serta menyatakan hubungan Allah dengan umat-Nya. Misalnya, Mazmur 77:21 mengungkapkan, “Engkau telah menuntun umat-Mu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun”. “Disuruh-Nya umat-Nya berangkat seperti domba-domba, dipimpin-Nya mereka seperti kawanan hewan di padang gurun” (Mzm. 78:52). Dan Kristus juga dikenal sebagai Anak Domba Allah (Yoh. 1:36) yang duduk di atas takhta (Why. 5:7). Gambaran ini patut menangkap perhatian kita yakni bukan Raja yang duduk di atas takhta melainkan Anak Domba. Menarik, bukan?

Daud dipilih dari antara domba-domba untuk menjadi gembala. “Dipilih-Nya Daud, hamba-Nya diambil-Nya dari antara kandang-kandang kambing domba; dari tempat domba-domba yang menyusui didatangkan-Nya dia, untuk menggembalakan Yakub, umat-Nya dan Israel, milik-Nya sendiri (Mzm. 78:70-71). TUHAN berkata kepada raja Daud, “Beginilah firman TUHAN semesta alam: Akulah yang mengambil engkau dari padang, ketika menggiring kambing domba, untuk menjadi raja atas umat-Ku Israel” (2 Sam. 7:8). Bagian ini sangat menarik yakni seorang gembala adalah domba yang dipanggil untuk menggembalakan. Hal ini mengingatkan bahwa, gembala pada hakekatnya merupakan domba yang dipanggil untuk menjadi gembala yang menggiring domba-domba Allah. Sebab domba yang digembalakan akan bertumbuh dewasa. Domba harus bertumbuh! Tujuan akhir dari menggembalakan bukan memanjakan domba melainkan mendewasakan domba. Domba yang dewasa akan menjadi gembala. Ketika domba menjadi gembala, domba tersebut menjadi berkat bagi sesama, menjadi imamat rajani. Domba yang menjadi dewasa adalah Domba yang mengikuti Kristus Sang Gembala Agung. Hidupnya memberkati dan mentransformasi kehidupan orang lain. Ini merupakan sebuah proses dari mengonsumsi makanan lunak menjadi mengonsumsi makanan keras (Ibr. 5:12-14).

Yang menjadi tujuan utama dari penggembalaan adalah Allah mengingini umat-Nya menjadi harta kesayangan-Nya - imamat rajani (Kel. 19:3-6). Namun yang sangat menyedihkan adalah umat TUHAN tidak bersedia mendengarkan karena mereka takut (Kel. 20:19). Ini merupakan sebuah ironi yang besar, umat mau menjadi imamat rajani namun tidak bersedia mendengarkan Allah sehingga mereka mendorong Musa untuk maju mendengarkan Allah. Bukankah ini sebuah dikotomi? Sebab mereka ingin menjadi imam namun menolak mendengarkan Allah. Dan karena merasa lama menunggu Musa yang tidak berkunjung turun dari gunung maka para pemimpin memutuskan solusi efektif untuk menyelesaikan kondisi krisis kepemimpinan dan krisis kerohanian (menurut mereka) maka mereka mengumpulkan emas dan meleburnya menjadi anak sapi emas sebagai allah yang membebaskan mereka dari perbudakkan di Mesir. Dan yang menyedihkan adalah Harun tidak menolak tuntutan umat. Semestinya, Harun menegur dan mengajar umat untuk menunggu Musa dan bukan mengikuti tuntutan umat dan menjadi human-pleaser serta membuat anak sapi emas sebagai solusi yang efektif. Peristiwa tersebut memperlihatkan bahwa umat TUHAN gagal memenuhi panggilan Allah untuk menjadi imamat rajani. 

Meresponi amarah TUHAN terhadap umat-Nya yang tidak taat, Musa memanjatkan permohonan yang sangat indah. Musa memohon, “Tetapi sekarang, kiranya Engkau mengampuni dosa mereka itu dan jika tidak, hapuskanlah kiranya namaku dari dalam kitab yang telah Kautulis” (Kel. 32:32). Musa memohon TUHAN mengampuni dosa umat, seandainya tidak, ia memohon kiranya TUHAN menghapus namanya. Dengan kata lain, Musa mengurbankan keselamatannya sendiri agar umat TUHAN diselamatkan. Pada umumnya, keberhasilan seorang gembala dinilai berdasarkan prestasi, kemampuan, penambahan anggota jemaat maupun. Bukankah baik jemaat kecil maupun besar merupakan bagian dari umat TUHAN? Bukankah setiap gembala merupakan bagian dari korporasi Gembala Agung, Kristus? Bukankah baik jemaat kecil maupun jemaat besar memiliki tantangan masing-masing? Mengapa jumlah anggota jemaat dijadikan sebagai standar penilaian keberhasilan seorang gembala?  Kita diiingatkan bahwa ada gembala yang menanam, ada yang menyiram, ada yang memanen tetapi TUHAN yang menumbuhkan sehingga kita tidak dapat menilai kinerja gembala dengan standar duniawi. Yang patut kita garis-bawahi adalah Musa bukan sekadar mewakili umat (represent) melainkan ia menjadikan dirinya gembala yang mengorbankan diri (substitute) bagi umat TUHAN. Hal ini mengingatkan kita akan Anak Domba Allah yang adalah Sahabat yang menyerahkan nyawanya bagi sahabat-sahabat-Nya. Kristus adalah Gembala yang juga adalah Anak Domba yang mengurbankan hidup-Nya. Seorang gembala tidak mengejar kesuksesan. Seorang gembala menjadi sahabat bagi domba-domba Allah. Gembala adalah sahabat yang membimbing domba-domba untuk menyadarkan bahwa mereka adalah kesayangan Allah - domba-domba yang berharga. Sahabat yang  memulihkan gambar diri domba-domba Allah. Sahabat yang mendewasakan domba-domba Allah untuk berkarya bagi-Nya.

Kita sering mendengarkan bahwa seorang pastor (gembala) menjadi sangat sibuk dalam persidangan, rapat kerja, menyusun dan melaksanakan program serta melakukan pelawatan. Kesibukan tersebut secara bertahap mengeringkan spiritualitas gembala. Seharusnya seorang gembala meng-agendakan pendalaman Alkitab dan doa sebagai prioritas dalam pelayanannya. Seorang gembala yang tidak menjalin hubungan yang akrab dengan TUHAN dan tidak menggali dan mendalami Alkitab akan kesulitan dalam menggembalakan sebab domba hidup dari manna rohani. Firman TUHAN mendewasakan domba sehingga pada suatu hari kelak, domba akan menjadi gembala yakni hidupnya menjadi berkat bagi domba-domba lain. Domba yang dewasa beriman kepada TUHAN dan mengandalkan TUHAN dalam menjalani kehidupan mereka. Kehidupan domba yang baik tidak bersifat stagnan melainkan akan terus bertumbuh dan berbuah. Apabila dalam sebuah jemaat, terdapat semakin banyak domba yang dewasa maka, jemaat tersebut akan berperan sebagai saluran berkat bagi bangsa-bangsa.

Di Alkitab, kita tidak dapat menemukan evaluasi TUHAN terhadap gembala menurut prestasi pencapaian maupun kehebatannya. Berapa seminar yang telah ia pimpin, berapa buku yang telah ia tulis, berapa banyak produk yang ia hasilkan, berapa jumlah orang yang telah ia baptiskan ataupun berapa roh jahat yang telah ia usir. Melainkan TUHAN bertanya, apakah kita telah menjadi domba yang memberi makan, minum, tumpangan, pakaian, dan kunjungan (Matius 25). Pemazmur mengatakan bahwa Daud adalah gembala yang tulus dan menuntun dengan cakap - “Ia menggembalakan mereka dengan ketulusan hatinya, dan menuntun mereka dengan kecakapan tangannya” (Mzm. 78:72). Gembala merupakan sebuah panggilan rohani yang bersifat substansial dan esensial. Yeremia 23:1 menegaskan, “Celakalah gembala!” Apabila seorang gembala tidak lagi memiliki hati seorang gembala maka celakalah dirinya. Sebagai gembala, kita (pendeta, penatua, diaken, ketua kelompok kecil, guru sekolah minggu) dituntut untuk menggembalakan dengan ketulusan dan kemurnian hati. Ketulusan merupakan fondasi yang melahirkan kecakapan. Dan yang paling mendasar adalah seorang gembala harus menguduskan dirinya (Kel. 19:22).

Dan yang sangat menarik adalah TUHAN Sendiri memilih untuk memperkenalkan Diri-Nya sebagai Gembala. TUHAN berulangkali berfirman, “Aku akan menggembalakan!” (Yeh. 34). Memahami hal tersebut, nabi Mikha berdoa, “Gembalakanlah umat-Mu dengan tongkat-Mu, kambing domba milik-Mu sendiri, yang terpencil mendiami rimba di tengah-tengah kebun buah-buahan” (7:14). Dan Kita menggembalakan dengan berfokus pada TUHAN, Sang Gembala Agung. Bukan mengandalkan kemampuan kita melainkan kasih karunia TUHAN. Sebagai gembala, kita dipanggil untuk hidup kudus (Live a holy life), mendengarkan Allah (Listen to God), dan menjadi anak domba yang menyangkal diri (Lamb of God), mempersiapkan penerus kepemimpinan di secara terencana dan di dalam doa (Leader - Regeneration), menuntun domba-domba untuk menjadi gembala (Lead the sheep to be shepherds), mempersembahkan diri (Life Altar) dan mengasihi Allah dan domba-domba-Nya (love). Kiranya Sang Gembala Agung menolong kita!

 

LYX