Search

Pendalaman Alkitab Dipaksa Melawan Perkataan-Nya

Yeremia 42-43

Suatu kali, ketika para murid memperdebatkan tentang hal Kerajaan Sorga, Tuhan Yesus berkata kepada mereka “sesungguhnya Aku berkata kepadamu: jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga” (Matius 18: 3 TB2). Menurut banyak penafsir, pada kalimat “sesungguhnya Aku berkata kepadamu” merupakan ciri khas yang menunjukkan otortitas Tuhan Yesus sebagai Allah (kalimat ini seperti “TUHAN Allah berfirman”, atau “beginilah firman TUHAN” pada Yer 42: 9, 18, dan Yer 43: 10 bacaan hari ini). Hal ini menunjukkan bahwa pertobatan dan menjadi seperti anak kecil merupakan satu paket yang tidak dapat terpisahkan ketika berbicara tentang hal Kerajaan Sorga.

Hubungan antara pertobatan dan Kerajaan Sorga sudah umum kita ketahui dan kita tahu akan kebenaran ini, tetapi bagaimana dengan menjadi seperti anak kecil, menurut saudara apa maksudnya dan mengapa harus menjadi seperti anak kecil? Di dalam bukunya “Dipanggil Untuk Mencinta”, Anthony De Mello mengatakan bahwa kita harus menjadi seperti anak kecil karena sikap dan karakter anak kecil adalah sikap yang autentik, tulus, suci, murni hati, apa adanya, dan tidak dipenuhi berbagai intrik, kepura-puraan, dan penipuan seperti kebanyakan orang-orang dewasa. Apa yang dikatakan De Mello patut kita renungkan secara mendalam sebagai orang-orang dewasa, karena seringkali memang terjadi demikian. Seringkali kita dipenuhi kepuraan-puraan dan penipuan diri ketika kita berdoa, beribadah dan datang kepada TUHAN. Kita tidak datang kepada-Nya dengan kesungguhan dan ketulusan hati seperti seorang anak kecil, tetapi kita datang dan berdoa dengan berbagai motivasi dan kepura-puraan.

Di dalam bacaan kita hari ini kita dapat melihat contohnya dengan jelas pada diri umat Israel maupun para petinggi-petingginya. Mereka berdoa dan memohon petunjuk tetapi mereka tidak melakukannya kesungguhan hati yang taat pada-Nya. Oleh karena itu Yeremia mengatakan bahwa mereka penipu dengan mengungkapkan “Kamu telah menipu dirimu dan membahayakan nyawamu, ketika kamu mengutus aku kepada TUHAN, Allahmu, dengan berkata: Berdoalah untuk kami kepada TUHAN, Allah kita, dan beritahukanlah dengan tepat kepada kami apa yang difirmankan TUHAN, Allah kita, supaya kami melakukannya!” (Yer 42: 20). Firman TUHAN ini mengingatkan dan sekaligus menegur kita dengan keras agar kita memeriksa diri kita apakah selama ini kita seperti orang-orang Israel ini yang dengan sengaja menipu TUHAN dengan hidup kita yang penuh kepura-puraan? Orang-orang Israel memaksakan kehendaknya dan berlindung dengan bungkusan rohani atas nama bahwa mereka telah berdoa dan memohon petunjuk TUHAN padahal sesungguhnya mereka hanya mencari pembenaran diri atas keinginan dan tindakan mereka.

Mungkin kita akan berkata bahwa kita tidak seperti orang-orang Israel ini sebab kita tidak punya niat sama sekali untuk menipu. Ini belum tentu benar, mengapa? Karena tidak punya niat sama sekali belum tentu tidak menipu di dalam TUHAN. Hal ini serupa dengan pemahaman yang melihat bahwa di dalam TUHAN dosa bukan sekedar apa yang kita pikirkan dan lakukan, tetapi lebih dari itu bahwa jika kita tahu tentang kebenaran dan kita tidak melakukannya itu juga termasuk dosa. Dan jika berbicara tentang tipu menipu, maka di dalam TUHAN, jika kita tahu bahwa mengikut TUHAN mesti dengan kesungguhan hati, sungguh-sungguh hidup di dalam kepercayaan dan ketaatan pada-Nya, maka ketika kita tidak sungguh-sungguh maka itu dapat dikatakan sebagai sebuah penipuan. Maka menjadi pertanyaan penting untuk kita renungkan adalah apakah selama ini kita telah hidup: beribadah, membaca firman, merenungkan, berdoa dengan sungguh-sungguh?

Selain berbicara tentang kesungguhan dan kepuraa-puraan di dalam mengikut TUHAN, bacaan kita hari ini juga mengajarkan kita beberapa hal penting dimana dapat dibagi menjadi empat bagian penting: pertama adalah mengenai doa atau permohonan. Kedua adalah mengenai  jawaban TUHAN atas doa dan permohonan. Ketiga adalah mengenai respon umat, dan keempat adalah mengenai hal-hal yang terjadi sebagai resiko atau konsekuensi dari respon sebelumnya. Bagian pertama pada Yer 42: 3-6 diperlihatkan cerita bahwa orang-orang Israel dan para petingginya atau bisa disebut juga sebagai sisa-sisa Israel (Yer 42: 2, 15, 19, 43:4) berdoa memohon petunjuk pada Allah melalui Yeremia.

Tidak hanya memohon petunjuk, pada ayat 5-6 diperlihatkan bahwa mereka berjanji akan taat dan menerima apa pun petunjuk dari TUHAN yang diperdengarkan kepada mereka untuk dilakukan, bahkan mereka mengatakan siap menerima ganjaran jika mereka tidak dapat menerima dan taat kepada apa yang akan TUHAN katakan. Ini seperti seseorang yang dalam keadaan tertentu (biasanya terdesak) berdoa memohon-mohon pada Tuhan dengan alih-alih berjanji akan melakukan ini dan itu jika TUHAN mengabulkan permohonan mereka. Tetapi ketika TUHAN berkata lain maka mereka akan jauh dari TUHAN dan bahkan sakit hati pada TUHAN. Mereka tidak dapat menerima kebenaran bahwa apa yang mereka doakan dan harapkan tidak sesuai dengan apa yang TUHAN rancangkan dan kehendaki terjadi. Ini adalah sikap yang sangat keliru dalam melihat doa. Tentu tidak ada salahnya memohon, tetapi yang seringkali menjadi masalah adalah memaksakan kehendak dan keinginan. Yang menjadi masalah adalah kita berdoa untuk mencari pembenaran diri atas apa yang kita inginkan, padahal doa sejatinya adalah relasi dengan TUHAN, kita berdoa untuk semakin mengenal-Nya dan kehendak-Nya, kita berdoa agar kita dapat mendengar suara-Nya sehingga kita dapat “bekerjasama” dengan-Nya. Maka dari itu sudah sepatutnya kita renungkan tentang sikap dan motivasi di dalam berdoa!

Bagian kedua adalah mengenai jawaban TUHAN atas doa dan permohonan (Yer 42: 10, 13, 16, 21). Tepat setelah sepuluh hari mereka dari permohonan mereka, TUHAN menjawabnya melalui Yeremia. Namun, yang tidak mereka sangka adalah bahwa jawaban TUHAN sama sekali berbeda. TUHAN mengatakan bahwa mereka harus tetap tinggal di negeri itu dan tidak pergi ke Mesir. Tetapi orang-orang yang meminta petunjuk itu tidak mau mendengarkan suara TUHAN, mereka lebih memilih pilihan mereka sendiri yakni pergi ke Mesir mencari perlindungan. Janji kepercayaan dan ketaatan yang mereka sampaikan sebelumnya hanyalah isapan jempol belaka. Mereka meminta petunjuk TUHAN melalui Yeremia hanyalah formalitas, agar orang lain melihat dan setuju atas apa yang mereka lakukan dan putuskan, mereka melakukan itu semua hanya untuk membenarkan diri mereka dengan dalih rohani. Mereka pada dasarnya memang tidak sungguh-sungguh datang kepada TUHAN, sehingga tidak mengherankan jika mereka tidak mau mendengarkan suara TUHAN (Yer 42: 21).

Di dalam kehidupan iman kita bisa jadi kita juga pernah menemukan orang-orang seperti orang-orang Isreal ini berkenaan dengan kehidupan doanya bahkan bisa jadi kita juga pernah mengalami pengalaman ini, jika kita tidak sungguh-sungguh di dalam berdoa, doa hanya formalitas saja, apalagi kita berdoa hanya untuk mencari pembenaran diri atas apa yang kita inginkan dan harapkan terjadi, maka kita pun mirip seperti orang-orang Israel ini. Maka dari itu penting sekali untuk kita memiliki pemahaman yang benar tentang doa, dan pemahaman ini tentu lahir dari pengenalan yang benar akan Dia melalui pembelajaran akan firman-Nya. Maka dari itu penting untuk kita periksa diri kita mengenai kedewasaan kita dalam berdoa dan melihat doa. Jika terpintas dalam pikiran ataupun pernah kita lakukan seperti orang-orang Israel ini maka segeralah bertobat dan memohon pengampunan-Nya. Jika kita berdoa memaksakan kehendak dan keinginan kita, dan ketika itu tidak terkabulkan sebab TUHAN memiliki rencana yang lain dan kita sakit hati maka kita pun mirip seperti orang Israel ini, orang-orang yang yang tidak tahu diri, memaksakan kehendakannya.

Bagian ketiga adalah mengenai respon umat (Yer 43: 2, 7). Bagian ini menyoroti secara spesifik bagaimana respon umat Israel mengenai jawaban dari doa dan permohonan mereka. Mengenai respon ini, Yer 43: 2 mengatakan “berkatalah Azarya bin Hosaya dan Yohanan bin Kareah serta semua orang congkak itu kepada Yeremia: "Engkau berbohong! TUHAN, Allah kita, tidak mengutus engkau untuk mengatakan: Jangan pergi ke Mesir untuk tinggal sebagai pendatang di sana”. Respon umat Israel di sini sungguh mengejutkan sebab sebelumnya mereka mengatakan bahwa mereka akan taat dan bahkan mau menerima konsekuensi jika mereka tidak taat. Tetapi disini mereka mengatakan bahwa Yeremia berbohong padahal mereka yang meminta bantuan padanya. Jika kita baca bacaan kita hari ini dengan seksama, maka kita akan menemukan bahwa respon umat yang demikian mengejutkan terjadi karena mereka memang tidak sungguh-sungguh berdoa dan memohon kepada TUHAN. Mereka berdoa dan meminta pentunjuk tidak dengan sungguh-sungguh, itu hanya sekedar formalitas dan pembenaran diri, itu hanya rencana cadangan. Mereka dari awal memang hendak pergi ke Mesir, dan agar rencananya itu nampak rohani dan mendapat dukungan maka dibuatlah sebuah sandiwara.

Mengapa respon umat Israel bisa sedemikian mengejutkan bahkan menggelikan? Hal ini tentu saja karena mereka tidak benar-benar mau taat dan percaya, mereka tidak benar-benar mau mendengarkan suara TUHAN, mereka tidak mau fokus pada-Nya, dan belajar untuk semakin mengenal-Nya, hidup mereka dipimpin oleh hati dan pikirannya sendiri. Dalam pengalaman kehidupan doa kita, bagaimana respon kita selama ini? kiranya kita tidak setengah hati untuk berdoa seperti sisa-sisa Israel ini, kiranya kita berdoa dengan sungguh-sungguh. Kiranya kita disadarkan bahwa doa bukanlah hal cadangan, tetapi mesti manjadi yang utama, dan jangan pernah doa menjadi pembenaran diri, karena hal ini sungguh tidak berkenan di hadapan TUHAN.

Banyak orang yang berkata Yeremia berbohong karena mengatakan kebenaran. Mereka memaksa Yeremia melawan perkataan TUHAN. Orang-orang ini adalah orang-orang licik (Yer 43:2, congkak), orang yang hidupnya hanya memikirkan diri dan kepentingan sendiri, orang yang keras kepala dan tidak mau bertobat. Dengan segala cara mereka mencari pembenaran diri, dan menghimpun para pendukung, dan mereka tidak mau sadar. Jika kita menjadi Yeremia bisa jadi kita sudah ciut melihat tekanan masa yang demikian seperti kasus-kasus keadilan di tanah air yang berubah karena tekanan masa. Tetapi Yeremia tidak demikian. Ia berdiri kokoh, tidak bergeming memperkatakan apa yang benar-benar TUHAN mau perdengarkan. Ia memilih bagian yang tepat, ia memilih menyenangkan hati TUHAN daripada menyenangkan hati orang banyak. Bagaimana dengan kita, apakah selama ini kita berani memperkatakan kebenaran di tengah segala situasi bahkan tekanan? Apakah selama ini kita lebih menjadi penyenang-penyenang manusia daripada menyenangkan hati-Nya?

Pada Yer 43: 11 bacaan kita hari ini dikatakan bahwa Mesir akan dikalahkan. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Yeremia sebelumnya, dan jika Mesir dikalahkan maka tentu kehidupan umat Israel akan sangat menderita di sana. Ini pasti terjadi karena TUHAN telah berfirman demikian, dan oleh karena itu, Yeremia tidak patah arang untuk memperkatakan kebenaran ini kepada orang-orang Israel. Tetapi sayangnya umat Israel tidak mau mendengarkannya sehingga hal itu terjadi pada mereka (Yer 46: 2, Mesir dikalahkan Babel). Hidup umat Israel lebih buruk dari kematian di negeri asing karena kekerasan hati mereka. Dan inilah konsekuensi dari ketidaktaatan dan ketidaksetiaan mereka sebagaimana yang telah mereka janjikan sebelumnya (Yer 42: 5-6). Ini adalah bagian keempat, bagian yang menunjukkan apa yang terjadi kepada orang-orang yang tidak taat dan ingkar janji terhadap-Nya. Coba periksa diri kita apakah kita sudah hidup taat di hadapan-Nya? Apakah terdapat janji atau nazar kita terhadap-Nya yang pernah kita ucapakan melalui doa-doa kita, utarakanlah pada-Nya, mohon pertolongan dan hikmat-Nya, baharuilah janji dan hidupmu di hadapan-Nya!

Kita adalah orang-orang yang berdosa yang telah dibeli dan ditebus dengan darah-Nya. Mestinya karena dosa, kita dibuang ke pembuangan, ke “Mesir” kehidupan ini maupun Mesir hidup yang akan datang, tetapi kita diselamatkan oleh-Nya. Dengan kata lain, kita seringkali mirip dengan sisa-sisa Israel di dalam bacaan kita hari ini. Mereka telah ditebus dan mau dipulihkan, tetapi mereka kembali tidak taat dan setia, mereka tidak mengutamakan-Nya, mereka memberikan yang sisa-sisa terhadap-Nya, sisa-sisa waktu, sisa pengharapan, sisa-sisa doa, dan sisa-sisa yang lainnya, sehingga doa, harapan, bahkan hidup mereka menjadi sia-sia. Oleh karena itu jangan pernah memberikan sisa-sisa terhadap-Nya, apa pun itu, walaupun hidup kita seperti sisa-sisa Israel. Fokuslah pada-Nya, berikanlah yang terbaik pada-Nya, apa pun itu; doa kita, waktu kita, dsb. Ketika kita fokus dan mengutamakan-Nya, tidak memberikan yang sisa-sisa, maka semuanya tidak akan pernah sia-sia. Kiranya TUHAN menolong kita. Amin.
 

Ev. Malemmita