Search

Doa Apa yang dimaksud dengan berelasi intim dengan Tuhan?

Berelasi dengan Allah pada hakekatnya berarti mengenal dan dikenal Allah. Firman Tuhan menegaskan akan pentingnya mengenal Allah dengan benar dan dikenal Allah. Orang yang tidak dikenal Allah (tidak dianggap sebagai milik-Nya) akan menjadi orang yang dibuang dari hadapan-Nya (Mat. 7:23). Mengapa mengenal dan dikenal Allah sedemikian penting? Well, karena Allah adalah kasih, sehingga relasi menjadi segalanya. Firman Tuhan mengatakan, “Tetapi orang yang mengasihi Allah, ia dikenal oleh Allah” (1 Kor. 8:3).

Tahukah Saudara, bersaat teduh setiap hari tidak serta merta berarti kita sudah menjalin relasi dengan Tuhan? Apabila ketika kita bersaat teduh, kita ingin segera menyelesaikannya dan melanjutkan dengan kegiatan sepanjang hari, maka kita belum berelasi dengan Tuhan. Dalam hal ini, saat teduh harian hanya sebuah kegiatan agama, sebab kita tidak mengarahkan hati kepada-Nya.

Yesus memberikan teladan yang sempurna dalam hal ini. Menurut kesaksian Markus (1:35), “Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana” Padahal pada hari sebelumnya, Yesus melayani orang banyak sehingga Dia pasti dalam keadaan lelah. Apabila kita sungguh-sungguh mau merespons kasih Tuhan terhadap kita, maka kita pasti sangat merindukan relasi tersebut.

Kita tidak dapat mengatakan bahwa kita mengasihi Tuhan jika kita tidak menyediakan waktu bagi-Nya. Kita tidak dapat mengatakan kita mengasihi Tuhan jika kita hanya menyediakan waktu sisa bagi-Nya. Berelasi dengan Tuhan berarti melihat Tuhan sebagai pemilik diri kita, artinya sepanjang hari yang kita jalani merupakan milik-Nya. Dengan kata lain, bersaat teduh 20 menit di pagi hari tidak berakhir di pagi hari, tetapi berkelanjutan sepanjang hari. Apa yang Tuhan ajarkan kepada kita di pagi hari melalui firman-Nya akan kembali muncul di hati kita pada siang hari, sore hari, dan malam hari. To be in relationship to God means to view all our time as God’s time.

Semakin mendalam persahabatan kita dengan Tuhan, semakin kita memiliki waktu bagi-Nya. The deeper the relationship, the greater the availability. Sebab Tuhan dapat berbicara kapan saja, entah itu jam 10 pagi maupun jam 3 subuh. Tidak jarang, Tuhan berbicara kepada kita di waktu kita paling tidak avalaible, misalnya Tuhan berbicara kepada Samuel di saat dia sedang tidur. Kita perlu mengambil sikap seperti Samuel, "Berbicaralah, sebab hamba-Mu  ini mendengar.” (1 Sam. 3:10). Kita tidak bisa mengatur kapan Dia hendak berbicara, sebab Dia yang menentukan kapan Dia mau berbicara kepada kita. Tentu, apabila kita selalu tidak available bagi-Nya, maka sulit bagi kita untuk dapat menerima pengajaran-Nya.

Mungkinkah kita mencari Kerajaan Allah (Matius 6:33) tanpa mencari Dia? (1 Taw. 16:10; 22:19). Bukankah janji pemeliharaan-Nya atau tidak perlu khawatir diperuntukkan bagi orang-orang yang mencari Kerajaan-Nya (Matius 6:34)? Availability and readiness for God is our love to be in deep friendship with Him. Kita mungkin selalu berharap Tuhan available untuk kita, tetapi pernahkah kita bertanya dengan serius, “Am I available to God?” (apakah saya menyediakan diri bagi-Nya?).

Ps. Lan Yong Xing