Search

Artikel Sikap di dalam Doa! (Attitude in Worship!)

Mazmur 37:7-8

Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan geram terhadap orang yang berhasil dalam hidupnya, terhadap orang yang melakukan tipu daya. Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan geram, itu hanya membawa kepada kejahatan (Maz 37:7-8).

Berdoa merupakan komunikasi 2 arah antara kita dengan Tuhan. Ada waktu kita berbicara dengan Tuhan dan ada waktunya kita mendengarkan Tuhan. Biasanya untuk berbicara dengan Tuhan tidak sulit, karena kita bisa mengeluarkan segala keluh kesah kita. Namun ketika kita berusaha mendengarkan suara Tuhan tidak mudah. Perlu ketenangan, fokus, konsentrasi dan peka terhadap suaraNya. “ah kan tinggal baca firman Tuhan kan mudah, atau mendengarkan firman Tuhan melalui kotbah juga kan bisa.” Benar memang bisa namun apakah kita benar-benar dapat menangkap apa yang menjadi pesan Tuhan untuk kita? Bisa saja fokus kita teralihkan dengan hal-hal lain entah dari luar atau dari dalam diri kita sendiri, seperti apa yang dialami oleh pemazmur (Daud). Ketika dia melihat ketidakadilan di hadapannya, dan dia begitu geram/marah mengapa koq kehidupan orang fasik (jahat) terlihat berhasil. Namun dia menyadari bahwa kemarahannya itu tidak membawa kebaikan, justru berbahaya dan dapat membawa kepada kejahatan. Seperti misalnya ketika kita datang ke gereja untuk beribadah, namun sebelum pergi ada kejadian yang membuat diri saudara kesal. Entah kesal terhadap pasangan saudara, atau pas di jalan ada yang menyerempet kendaraan saudara, dan yang menyerempet malah marah-marah kepada saudara dengan kata-kata kasar dan pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab. Ketika saudara belum bisa menenangkan hati dan pikiran saudara, mendengar kotbah jadi tidak fokus karena pikirannya masih kesal karena kejadian sebelumnya. Itulah mengapa dalam broadcast WA, kita diharapkan untuk datang lebih awal 10 menit, karena kita diberikan kesempatan untuk menenangkan diri terlebih dahulu dan memohon pertolongan Tuhan agar kita dapat menjalankan ibadah kita dengan berkenan kepadaNya.

Mengapa harus berhenti marah?

Lihatlah contoh-contoh dalam Alkitab, seperti Saul, ketika Daud dipuji-puji melebihi dia, dia menjadi marah dan berniat membunuhnya. Kainpun demikian, Kain yang marah karena persembahannya tidak diindahkan Tuhan, lalu kemudian dia merencanakan membunuh Habel.

Tetapi Kain dan kurban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan wajahnya muram. Firman TUHAN kepada Kain: "Mengapa hatimu panas dan wajahmu muram? Bukankah wajahmu akan berseri-seri, jika engkau berbuat baik? Namun, jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintai di depan pintu; Hasratnya tertuju kepadamu, tetapi engkau harus berkuasa atasnya." (Kej 4:5-7 TB2)

Perhatikanlah bahwa kemarahan dalam diri manusia dapat menjadi pintu masuk iblis untuk mempengaruhi manusia sehingga ia berbuat dosa.

Lalu bagaimana dengan Tuhan yang marah, bukankah Yesus saja pernah marah. Yesus marah karena bait Allah diperlakukan seperti sarang penyamun. Tempat yang seharusnya suci dan kudus, namun kejahatan terjadi didalamnya.

 

Apa perbedaan marah antara Yesus dengan Kain dan Saul?

Kain dan Saul marah karena apa yang terjadi tidak sesuai dengan KEINGINANNYA. Sementara Yesus marah karena apa yang terjadi tidak sesuai dengan KEINGINAN ALLAH/KEHENDAK ALLAH.

Kita dapat lihat beberapa contoh dari Alkitab  bahwa beberapa orang menjadi marah tentang hal-hal yang sama dengan kemarahan yang dirasakan Tuhan, yaitu karena : ketidakadilan, ketidakbenaran, ketidakkudusan, penyembahan berhala, kebebalan, kesombongan dan kejahatan lainnya. Ini adalah kemarahan dibenarkan. Tapi kemarahan yang merupakan bentuk dari kesombongan sendiri, ketidakpuasan  atau karena emosi semata seperti tidak terima ketika ditegur, tentu saja tidak dapat dibenarkan. Karena  kemarahan tersebut merupakan upaya untuk pembenaran diri, atau merasa diri yang paling benar sehingga semuanya harus sesuai dengan apa yang diinginkannya

Jadi jika kita marah sesuai dengan kehendak Allah, ya tidak apa-apa namun jika itu menyangkut ego kita, itu sangat berbahaya. Kemarahan berubah menjadi dosa ketika dimotivasi oleh keinginan sendiri yang bertentangan dengan kehendak Tuhan.

"Sebab kemarahan manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah" (Yak 1:20 TB2).

Hati-hati dalam menentukan mana marah yang benar dan yang tidak benar. Kalau marah yang benar, yang menjadi obyeknya adalah perbuatannya yang tidak benar sementara jika obyeknya adalah manusianya apalagi jika kita sampai membencinya maka ini menjadi marah yang tidak benar.

Lalu apa hubungannya antara marah dengan sikap doa?

Apakah saudara ketika dikuasai amarah mudah berdoa dengan Tuhan? Jangankan berdoa dengan Tuhan, yang ada kesadaran kita saja bisa terganggu sehingga menghasilkan tindakan yang disesalkan.

Kita harus ingat tujuan berdoa itu untuk apa? Apakah untuk memenuhi keinginan kita atau kita berdoa untuk mencari kehendak Tuhan dalam kehidupan kita.

Mari kita perhatikan doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-muridnya, dan ketika Ia berdoa di taman Getsemani.

"datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga" (Matius 6:10 TB2)

”Ya Bapa, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari hadapan-Ku; tetapi, janganlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang jadi.” (Lukas 22:42 TB2)

Jadi jika kita berdoa namun masih diliputi amarah, maka kita akan susah untuk mencari kehendak Tuhan. Sulit membedakan mana itu suara Tuhan mana suara kita sendiri. Ketika kita marah mungkin tidak dapat mencegah secara mendadak perasaan marahnya. Tetapi kita dapat memilih untuk berbalik dari jalan yang menuju kepada kemarahan yang tak terkendali. Kita bisa memilih untuk tidak memendam kemarahan dan tidak melakukan kejahatan yang didorong oleh rasa marah kita. Ingat apa yang terjadi dengan Kain ketika dirinya diliputi amarah, padahal Tuhan sudah peringatkan bahwa kemarahannya dapat mempengaruhi dia dalam melakukan dosa/kejahatan.

Dalam surat Efesus pun, Rasul Paulus mengingatkan hal yang sama, bahwa kemarahan dapat menjadi kesempatan si iblis untuk masuk dan mempengaruhi kita agar berbuat dosa.

"Apabila kamu menjadi marah, janganlah berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam kemarahanmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis" ( Efesus 4:26-27 TB2)

Itu artinya ketika diri kita diliputi amarah, maka kita akan kesulitan untuk memperhatikan suara Tuhan dengan jelas seperti yang dialami oleh Kain. Padahal jelas Tuhan memperingatkan kepada Kain bahwa dosa sudah mengintai dirinya jika tidak bisa menguasai amarahnya.

Lalu jika demikian apa yang harus kita lakukan ketika kita hendak berdoa namun masih diliputi amarah. Kita bisa menenangkan diri kita dan memohon belas kasihan Tuhan yang boleh membantu memadamkan amarah kita.  Oleh karena itu dikatakan berdiam dirilah di hadapan Tuhan dan nantikan Dia.

Berdiam diri artinya bukan berarti kita diam dan tidak melakukan apa-apa tapi pikirannya masih diliputi amarah. Berdiam diri membutuhkan ketenangan. Tenangkan hati dan pikiran kita di dalam Tuhan.

"Dengan berbalik kepada-Ku dan  tinggal diam maka kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu" (Yes 30 :15 TB2).

Ketika kita menenangkan diri, tanyalah kepada diri kita apa yang membuat kita marah? Kita tanyakan kepada Tuhan, apa yang harus saya lakukan untuk mengatasi amarah saya? Jika saya berpikiran seperti ini apakah Tuhan senang atau tidak. Namun tentu saja tolok ukur Tuhan senang atau tidak harus sesuai dengan firman Tuhan, bukan berdasarkan perasaan sendiri.

Mengapa tidak hanya berdiam diri tapi juga harus menantikan Dia? Itu artinya, sebelum kita bertindak, harus kita pastikan terlebih dahulu apakah sudah sesuai dengan kehendak Tuhan atau belum. Nantikanlah keadilan dari Tuhan, itu artinya kita menyerahkan keadilan sepenuhnya kepada Tuhan, kita percaya bahwa Tuhan tahu yang terbaik. Contoh : ketika diperlakukan tidak adil, biasanya orang melakukan pembenaran balas dendam, padahal itu tidak sesuai firman Tuhan. Menasehati atau menegur orang tersebut itu sesuai dengan firman Tuhan namun balas dendam tidak.

"Dendam dan pembalasan adalah hak-Ku, pada waktu kaki mereka goyah, sebab hari bencana mereka telah dekat, apa yang telah disediakan bagi mereka segera datang"  (Ulangan 32:35 TB2).

"Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan itu adalah hak-Ku. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman Tuhan" (Roma 12:19 TB2).

Jadi kesimpulannya, sikap kita dalam doa adalah mencari kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Jangan teralihkan oleh kemarahan manusia akibat dari egonya/ketidakpuasannya sendiri. Belajarlah untuk berdiam diri dan menantikan Tuhan ketika kita berdoa, bukan dengan memaksakan kehendak kita kepada Tuhan, namun dengarkanlah apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita.

Ps Anthonius Widjaja