Search

Artikel PERSAHABATAN YANG MENYEGARKAN JIWA: DAUD & YONATAN

1 Samuel 18:1-5

Perkenalkan, saya Yonatan, anak Saul, raja pertama Israel. Papa saya memerintah sebagai raja Israel selama 42 tahun. TUHAN tidak berkehendak umat-Nya memiliki seorang raja (1 Sam. 8:7), tetapi karena kekerasan hati orang Israel yang terus mendesak, maka TUHAN memberikan apa yang mereka minta (1 Sam. 8:8; 12:19). Mereka memilih papa saya sebagai raja (1 Sam. 12:13). Terkadang saya berpikir, berapa sering dalam hidup ini kita memaksakan kehendak kita pada TUHAN? Seringkali, kita ingin TUHAN mengikuti agenda-agenda kita. Misalnya, Hizkia yang pada masa sakitnya mendesak TUHAN memperpanjang hidupnya sehingga hidupnya diperpanjang 15 tahun. Ironisnya, justru pada sisa hidupnya ia melakukan dosa yang mendatangkan kehancuran pada Yerusalem (2 Raj. 20:1-21).

Saudara izinkan saya membagikan persahabatan saya dengan Daud. Daud adalah sahabat karibku, dia juga adik iparku, musuh ayahku dan juga pesaingku. Cukup rumit, bukan?

 

1. BONDING: JIWA YANG TERPADU

Saudara, jiwa saya terpadu dengan jiwa Daud (1 Sam. 18:1). Banyak yang mengira saya dan David adalah gay karena kami bercium-ciuman (1 Sam. 20:41). Cium pipi kiri-kanan sesama laki-laki adalah hal yang lazim dalam budaya kami. Saudara mungkin pernah memiliki sahabat karib untuk beberapa waktu tetapi dengan berjalannya waktu persahabatan memudar dan kemudian saling menjauh karena berbagai hal. Persahabatan terkadang datang dan pergi tetapi di dunia ini juga ada persahabatan yang bertahan, persahabatan dengan bonding yang kokoh dan bersifat kekal.  Firman TUHAN mengatakan, “Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara” (Amsal 18:24). 

Saudara, saya mendengar bahwa persahabatan Saudara menggunakan media sosial untuk menjalin pertemanan. Menurut laporan We Are Social tahun 2018, pengguna internet global berjumlah 4,021 miliar orang dan pengguna internet di Indonesia mencapai 132 juta orang. Rata-rata penggunaan medsos di Indonesia adalah 3 jam 23 menit, menduduki peringkat ketiga, di bawah Filipina (3 jam 57 menit) dan Brazil (3 jam 39 menit).

Saya melihat Saudara banyak menggunakan Whatsapp, Facebook, Twitter, Line maupun Instagram.  Apakah kita mendapatkan seorang sahabat hanya dengan sekadar mengajukan permohonan (friend request)? Apakah relasi persahabatan seyogianya internet yakni online dan offline? Ketika kita menyukai persahabatan yang kita jalin apakah kita memberikan tanda “suka” atau “like” pada postingnya? Dan apakah ketika terjadi hal yang tidak menyenangkan dalam persahabatan maka yang terjadi adalah “leave group” atau “unfriend”?

Profesor Robin Dunbar dari Oxford University mengatakan bahwa manusia dapat mempertahankan 150 relasi yang stabil, namun hanya 13 orang yang memberikan simpati di tengah krisis dan hanya 4 orang di antaranya yang sungguh-sungguh dapat diandalkan.

Persahabatan yang bisa dijalin dan bertahan apabila ada keterikatan alias bonding. Ada yang menjalin persahabatan karena ketertarikan terhadap gosip, film, permainan, atau hobi tertentu. Namun persahabatan jiwa, tidak sekadar tertarik pada hobi yang sama tetapi terikat dalam visi misi yang sama. 

 

2. BEDA PRIBADI, SAMA VISI

Di dunia ini tidak ada pribadi yang seratus persen sama persis. Daud dan saya juga berbeda. Daud adalah anak gembala. Dia berasal dari Betlehem, suku Yehuda sedangkan saya adalah anak raja, dari suku Benyamin. Perbedaan usia kami juga cukup jauh, yakni Daud jauh lebih muda dari saya.

Daud, sahabatku memiliki kepemimpinan yang baik. Selama pelariannya dari papaku, dia mengumpulkan 600 orang yang sakit hati bersamanya. Dia bisa mengalahkan berbagai binatang buas. Dia juga seorang ahli musik. Saya mendengar bahwa banyak lagu-lagu karyanya masih dinyanyikan oleh Saudara. Ketika melawan Goliat, Daud berkata, “Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku mendatangi engkau dengan nama TUHAN semesta alam” (1 Sam. 17:45).

Saya tidak berani menyandingkan diri saya dengan Daud. Perkenankan saya membagikan kisah pengalaman saya pada masa remaja saya. Baiklah, pada masa kepemimpinan Samuel, orang-orang Filistin terpukul kalah dengan hebat (1 Sam. 7:16) hingga mereka kembali ke wilayah mereka sendiri. Namun ketika papa saya menjabat sebagai raja, orang-orang Filistin kembali menyerang (pasal 13). Tentara Filistin terdiri dari 30.000 kereta, 6.000 pasukan kuda, dan pasukan berjalan kaki tidak terhitung jumlahnya (1 Sam. 13:5 BIS). Sedangkan papa saya hanya membawa 2000 tentara dan saya 1000. Orang-orang sangat ketakutan, saya dapat melihat tentara kami takut hingga gemetaran. 

Tahukah Saudara, pada saat itu, di Israel hanya terdapat dua pedang. Satu milik papa saya dan satu milik saya (1 Sam. 13:22). Mengapa demikian? Karena di Israel pada masa itu belum ada orang (tukang besi) yang memiliki kemampuan untuk membuat pedang, lembing atau tombak. Tetapi musuh kami, orang Filistin sudah bisa membuat berbagai persenjataan perang (1 Sam. 13:19). Kami berhasil mendapatkan dua pedang, itupun kami dapatkan dari black-market di Filistin.

Saya berkata kepada pembawa senjata saya, “Mungkin TUHAN akan bertindak untuk kita, sebab bagi TUHAN tidak sukar untuk menolong, baik dengan banyak orang maupun dengan sedikit orang” (1 Sam. 14:6). Dia berespon dengan tulus, “Lakukanlah niat hatimu itu: sungguh, aku sepakat” (1 Sam. 14:7).

Ketika kami tiba di pos penjagaan, saya menghitung ada 20 orang pengawal. Saya berdoa di dalam hati, TUHAN bolehkah Engkau memberikan saya tanda, apakah sebaiknya saya menyerang atau tidak. Bagaimana jika mereka berkata, “Berhentilah” maka hal ini berarti saya tidak boleh menyerang, sebaiknya saya segera melarikan diri. Namun jika mereka berkata, “Naiklah kemari” maka hal ini berarti saya boleh menyerang.

Maka saya memberitahu pembawa senjataku, “Jika mereka berkata, “berhentilah” maka kita tidak mendekat, kita tunggu mereka di bawah.” Tetapi jika mereka berkata, “naiklah ke mari” maka hal ini berarti TUHAN menyerahkan mereka kepada kita. Itulah tanda bagi kita. Dan ternyata benar, mereka berkata, “Naiklah ke mari, biar kami menghajar kamu.” Maka saya naik dan langsung membunuh 20 pengawal tersebut dari arah depan sedangkan pembawa senjata datang dari arah belakang mereka dan menghabisi orang-orang yang terluka. Tempat tersebut tidak terlalu luas, sekitar 2000 meter persegi (1 Sam. 14:7-15).

Persamaan keinginan untuk mendengarkan suara TUHAN, menaati TUHAN, melakukan kehendak TUHAN mendorong kami untuk menjadi sahabat rohani. Pertemanan yang saling menguatkan, saling memotivasi untuk mengikuti TUHAN, dan mempelajari titah-titah-Nya. Awalnya, TUHAN memilih papa saya untuk menjadi raja tetapi ayah saya tidak menaati-Nya sehingga TUHAN menolak dia. Daud tidak memilih dirinya sebagai raja, tetapi TUHAN memilih dia. Dan TUHAN tidak memilih saya untuk menjadi raja menggantikan ayah saya. Kami memiliki keinginan yang sama yaitu melakukan kehendak TUHAN. Betapa indahnya jika kita bisa mendapatkan teman yang sama-sama rindu selalu dekat dengan TUHAN.

 

3. BEBAN BATIN YANG MENGURAS JIWA

Sebenarnya, saya dan Daud berpotensi menjadi musuh terbesar dalam hidup kami. Sebagai keturunan raja, saya seharusnya menjabat sebagai raja menggantikan papa saya. Apabila saya menjabat sebagai raja, saya bisa menikmati segala kemuliaan milik seorang raja. Ayah saya sering berkata kepada saya, “Nak, kamu jangan dekat dengan Daud. Dia adalah musuh kita. Dia akan merebut takhtamu, nak. Papa mau kamu menjadi raja, meneruskan kepemimpinan papa.”

Samuel dan Daud adalah dua orang yang sangat saya hormati. Yang satu adalah nabi yang dikasihi TUHAN dan yang satu lagi raja yang dipilih TUHAN. Yang menyedihkan adalah kedua orang ini adalah musuh besar ayah saya. Inilah beban batin yang sangat menguras jiwa saya.

Papa saya menulis di Facebooknya, “Daud harus dibunuh!” (1 Sam. 19:1) dan post di Twitter,  “Aku pasti akan menancapkan Daud ke dinding dengan tombakku” (1 Sam. 18:11). Papa saya juga post foto tombak di Instagram.

Dan ketika saya membela Daud, papa saya memarahi saya dengan kata-kata yang sangat kasar, saya percaya Saudara tidak ingin mendengar kata-katanya (1 Sam. 20:30). Dengan kata lain, papa saya mengatakan bahwa saya ini najis, bodoh dan tidak bakal sukses dalam hidup saya. Tidak hanya itu, papa melemparkan tombak ke arahku untuk membunuhku. Meskipun saya sempat mengelak, tetapi mulai saat itu saya mengetahui bahwa ayahku sungguh bertekad untuk membunuh Daud (1 Sam. 20:33). Meskipun tombok ayah tidak membunuhku, tetapi sangat dalam hatiku terluka. Mulai saat itu, saya tidak bisa makan, tidak bisa tidur karena menguatirkan sahabat karibku, Daud (1 Sam. 20:34).

Ayahku sangat marah karena dia telah tahu bahwa dirinya ditolak sebagai raja oleh TUHAN dan Daud akan menjabat sebagai raja. Ayahku juga mengetahui bahwa saya akan diangkat sebagai orang nomor dua di bawah pemerintahan Daud (1 Sam. 23:17). Ayah tidak mengerti mengapa saya bisa jadi orang nomor 1 di Israel, saya tidak mau malah memilih menjadi orang nomor 2?

Saudara, setiap pertemanan pasti ada tantangannya tersendiri. Ada yang berpendapat bahwa apabila pertemanan bisa bertahan melewati 7 tahun baru terbukti bahwa pertemanan tersebut kokoh. Saudara, pertemanan kami pasti berakhir apabila Daud membunuh papa saya, tetapi Daud tidak membunuh papa saya meskipun dia mempunyai banyak kesempatan untuk melakukannya dengan mudah. Pertemanan kami juga pasti berakhir apabila saya berjuang untuk menjadi raja. Tetapi TUHAN tidak memanggil saya untuk menjadi raja, dan saya harus menerimanya. Saudara, bagaimana apabila Saudara menemukan bahwa temanmu lebih berhasil, lebih populer dan lebih baik dalam banyak hal? Atau temanmu terpilih untuk sebuah jabatan penting sedangan Saudara tidak? Saudara, setiap pertemanan ada tantangan dan kesulitan tersendiri.

 

4. BERI YANG TERBAIK

Saudara,  nama saya berarti “Yahweh memberi” (יְהוֹנָתָן). Hidup saya merupakan hadiah dari TUHAN, demikian saya memandang hidup saya. Apakah Saudara suka menerima hadiah? Hadiah apa yang pernah Saudara harapkan orang berikan kepadamu? Apakah Saudara pernah memberikan hadiah? Apakah ada sukacita di hatimu ketika memberikan hadiah? Saya pribadi memandang hidup saya adalah hadiah bagi orang-orang. Saya menghadiahkan kepada Daud jubah, baju perang, pedang, panah dan ikat pinggang saya (1 Sam. 18: 4) karena saya mengasihi Daud seperti diri saya sendiri (1 Sam. 18:3). Dengan menghadiahkan jubah, baju perang, pedang, panah dan ikat pinggang karena saya percaya Daud lebih layak menjadi raja daripada saya.

Pada saat kami harus berpisah, Daud yang walaupun sudah diurapi sebagai raja malah sujud menyembah saya hingga mukanya ke tanah sebanyak tiga kali (1 Sam. 20:41). Sebenarnya, saya bisa memilih untuk pergi bersama Daud, toh saya bakal menjadi orang nomor dua dibawah pimpinan raja yang berkenan pada Allah. Namun saya memilih untuk mendampingi ayahku meskipun dia sering terpancing oleh iri hati terhadap Daud. Saya heran, sangat mudah bagi Iblis untuk berbisik kepada ayahku.

Saudara saya mati di sisi ayahku berperang habis-habisan. Setelah kematiannya, kepala ayah saya dipenggal. Kemudian, tubuh ayah saya dan saya beserta adik-adik saya dipakukan ke tembok. Ada orang-orang gagah perkasa yang menurunkan tubuh kami dan meng-kreamasikan kami (2 Sam. 1:8-13). Setelah kematian saya, sahabat saya Daud menjaga anakkku, Mefiboset hingga pada kematiannya (2 Sam. 4:4). 

Setelah mendapatkan kabar kematian saya, Daud sangat sedih. Dia bahkan mengarang sebuah lagu, salah satu baitnya berbunyi, “Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu. Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan (2 Sam. 1:25-26). Atas perintah Daud, lagu tersebut harus diajarkan kepada semua bani Yehuda (2 Sam. 1:17). Sebuah hadiah yang indah dan istimewa yang Daud berikan kepadaku.

Saudara, Kristus juga memanggil kita untuk menjadi sahabat-sahabat-Nya (Yoh. 15:13-15). Kristus juga ingin bonding dengan kita (Yoh. 15:5). Dia yang adalah Anak Allah, memercayakan visi misi Kerajaan Allah kepada kita. Dia menanggung beban berat demi memulihkan hubungan kita dengan Allah sehingga Ia berkata, “Hatiku sangat sedih seperti mau mati rasanya.” Kristus menghadiahkan nyawa-Nya bagi kita. Saudara, biarlah saya mengakhiri cerita saya dengan kalimat dari Brian Edgar, “Through friendship one learns of the love of Christ, and then through Christ one’s love of others is perfected.”

Pastor Lan Yong Xing