Search

Artikel Milik Siapakah Dirimu? WHO DO YOU BELONG TO?

Keluaran 13-14; 1 Kor. 6:19

Seorang anak kecil bisa memiliki keterikatan (bonding) dengan boneka beruangnya (bantal, guling, kasur, selimut…), Keterikatan yang terlalu kuat berpotensi membuat yang bersangkutan kesulitan tidur boneka beruangnya tidak berada di sisinya. Ketika kita memiliki sesuatu tanpa keterikatan, kita menggunakannya hanya sebagai sebuah alat, dan ketika kehilangannya kita tidak menjadi depresi. Namun ketika kita terikat dengan pemilikan kita, maka kita akan sangat menderita di saat terpisah dari milik kita.

Firman TUHAN mengingatkan bahwa kita boleh memiliki sesuatu, tetapi kita perlu mewaspadai keterikatan diri kita padanya. Mazmur 60:11b berbunyi, “apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya.” We love what we value, and value what we love. Kita mencintai apa yang kita hargai dan menghargai apa yang kita cintai. 

Setelah perbudakan selama 400 tahun di Mesir, orang-orang Israel menjadi begitu terikat dengan Mesir. Di satu sisi mereka sangat sengsara di Mesir, di sisi lain mereka terlalu nyaman dengan Mesir. Itulah sebabnya mereka diperintahkan untuk memakan roti tidak beragi. Karena mereka harus meninggalkan Mesir dengan terburu-buru. Demikian firman TUHAN, “Dan beginilah kamu memakannya: pinggangmu berikat, kasut pada kakimu dan tongkat di tanganmu; BURU-BURULAH kamu memakannya; itulah Paskah bagi TUHAN (Kel. 12:11). “Lalu bangsa itu mengangkat adonannya, sebelum diragi, dengan tempat adonan mereka terbungkus dalam kainnya di atas bahunya” (Kel. 12:34) “sebab dengan BURU-BURU engkau keluar dari tanah Mesir. Maksudnya supaya seumur hidupmu engkau teringat akan hari engkau keluar dari tanah Mesir” (Ul. 16:3). Dengan kata lain, roti beragi berfungsi untuk mengingat bahwa “dengan buru-buru mereka keluar dari tanah Mesir.”

Ketika diperingatkan oleh malaikat untuk meninggalkan Sodom dan Gomora dengan segera, Lot menunda-nunda dan memperlambat gerakannya (Kej. 19:16-17). Sebaliknya, Yusuf BERLARI dari istri Firaun (Kej. 39:12), karena dia menyadari jika dia berlambat-lambat maka dia akan menjadi milik istri Firaun.

Kita perlu selalu mengajukan pertanyaan, “Untuk apa dan untuk siapakah kita hidup? Milik siapakah kita? Terang atau kegelapan (1 Yoh. 1:6 & 2:8-11), mengaku dosa atau merasa tidak berdosa (1 Yoh. 1:8-10), menaati perintah TUHAN dan tidak menaati perintah TUHAN (1 Yoh. 2:3-5), mengasihi, atau membenci saudaranya (1 Yoh. 2:9-11), melakukan kehendak Allah atau mengasihi dunia (1 Yoh. 2:15-17), anak-anak Allah atau anak-anak Iblis (1 Yoh. 3:10), Roh Allah atau roh anti Kristus (1 Yoh. 4:2-3)?

Kepemilikan kita tidak terlepas dari rasa aman dalam diri kita. Kita merasa aman dan bangga jika kita milik sebuah club, sebuah perusahaan, sebuah korporasi. Richard Rohr dalam bukunya Everything Belongs mengatakan, “It is much easier to belong to a group than it is to know that you belong to God” (p.22). 

Jika kita melakukan sebuah eksperimen sosial yang sederhana, kita akan menemukan bahwa anak-anak cenderung berebut mainan yang disukai temannya. Jika sebuah mainan tidak ada yang mau menyentuhnya, maka tidak ada orang mau menyentuhnya. Namun jika ada beberapa anak memainkannya, tiba-tiba mainan tersebut seolah-olah mengalami peningkatan nilai, karena anak-anak yang lain juga mengingininya. Kita cenderung bergabung dengan keinginan mayoritas. We tend to join the desire of the majority. 

Perekonomian di dunia bagaikan sebuah otomotif yang digerakkan oleh keinginan. Semakin besar keinginan, semakin cepat juga pergerakannya. Rabbi Nilton Bonder  dalam bukunya To Have or Not to Have mengingatkan, “Insatiability is toxic to desire, and it is the source of sorrow.” Ketidakpuasan adalah racun untuk keinginan, dan merupakan sumber kesedihan. Mengapa demikian? Bonder mengatakan, “What desire wants is not things; desire wants us to keep on experiencing desire.” Bonder melanjutkan, “There’s a Yiddish saying that we are born with our hand closed and die with our hand open. The process of life begins with extreme attachment and should end with minimal attachment.” Saya menambahkan Life is full of attachments and detachments. True happiness is when we know. what and when to attach and detach.

Kita selalu berpikir bahwa kita memiliki hidup kita. Sesungguhnya kehidupan kita bukan milik kita. Firman TUHAN mengatakan, “Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, --dan bahwa KAMU BUKAN MILIK KAMU SENDIRI?” (1 Kor. 6:19). “Tetapi kamu adalah MILIK Kristus dan Kristus adalah milik Allah” (1 Kor. 3:23). We belong not to ourselves, we belong to Christ. TUHAN mengklaim, “Akulah yang empunya mereka.” (Kel. 13:1).

Pada 40 tahun pertama, ketika berada di Mesir, Musa belum sungguh-sungguh hidup. Meskipun dia memiliki segalanya, kekayaan, kenyamanan, dan bahkan potensi untuk menjadi pemimpin besar, atau orang penting di Mesir. Musa baru sungguh-sungguh hidup, ketika dia menjadi mitra Allah.

Sebagai milik TUHAN, maka kehidupan kita bukanlah tentang cita-cita maupun keinginan kita. Juga bukan tentang kesuksesan, kemuliaan, dan kehebatan pribadi. Dalam film Exodus: Gods and Kings, setelah menerima panggilan TUHAN, Musa melatih sebuah angkatan bersenjata kecil untuk melakukan penyerahan terhadap suplai makanan orang-orang Mesir. Ketika Musa merasa dia sudah berprogresif, TUHAN berkata, “Aku sedang menyaksikan engkau gagal. Mau sampai kapan engkau bekerja seperti itu. Aku ingin engkau menyaksikan apa yang akan Kukerjakan.” Maka TUHAN mengirim 10 tulah menyerang orang Mesir.

Ketika Musa menjalani tugasnya membebaskan umat Israel dari perbudakan di Mesir, dia tidak mendapatkan pujian maupun ucapan terima kasih, justru yang dia terima adalah sebuah tuduhan bahwa dia telah merencanakan pembunuhan massal terhadap mereka (Keluaran 14:10-12). Seriously? Sangat menyakitkan, bukan? 

Sebagai milik TUHAN, maka kehidupan kita merupakan kegiatan bersama (joint activity) dengan Allah. Bukankah TUHAN dapat membebaskan Israel Sendiri? Bukankah TUHAN dapat mengirim seorang Malaikat untuk membebaskan Israel? Namun TUHAN memilih partisipasi manusia. Oleh sebab itu, Dia berkata kepada. Musa, “Dan engkau, angkatlah tongkatmu dan ulurkanlah tanganmu ke atas laut dan belahlah airnya” (14:16). Karena kita ini milik Kristus, hidup kita menjadi bagian dari Dia, dan Dia mengingini joint activity atau bermitra dengan-Nya.

 Ps. Lan Yong Xing