Search

Artikel Merenungkan Human Flourishing melalui Markus 14

Markus 14

Mulai tahun 2014, saya sangat tertarik dengan topik human flourishing. Setiap orang pasti mengingini kehidupan yang baik, yang dijalani dengan baik serta dalam keadaan baik-baik saja. Saya percaya kita akan sangat senang jika mendengarkan Tuhan berkata kepada kita, "Jangan takut, kamu baik-baik saja!" Melalui Nicholas Wolterstorff, saya belajar bahwa human flourishing pada hakekatnya adalah shalom, yakni mencakup kasih, keadilan dan kesenangan (delight). Miroslav Volf, seorang teolog yang cerdas di masa ini memperkenalkan human flourishing sebagai kehidupan yang dijalani dengan baik (life being lived well, life going on well, life feeling good under the primacy of transcendence).

Seorang perempuan merasa bahagia dengan memberikan yang terbaik bagi Yesus. Sekalipun dia pasti menyadari jika perbuatannya akan menuai banyak kritikan. Orang-orang menilai apa yang dia lakukan sebagai tindakan yang "luar biasa boros." Sebab, dia menuangkan minyak narwastu yang sangat mahal pada kepala dan kaki Yesus. Namun bagi Yesus, "Ia telah melakukan suatu perbuatan yang baik pada-Ku." (Markus 14:6). Orang-orang menilai perbuatan perempuan tersebut bodoh, sia-sia, tidak berguna, tetapi Kristus menilai perbuatannya sangat baik. Bahkan perbuatan perempuan tersebut akan diingat di seluruh dunia (Mrk. 14:9). Perempuan ini merasa bahagia dan menjalani hidupnya dengan baik (a life lived well) dengan memberikan yang terbaik bagi Yesus.

Sebaliknya, Yudas Iskariot merasa tidak bahagia melihat perbuatan perempuan tersebut. Sambil menggenggam kartu ATMnya, dia sakit hati melihat pemborosan ini karena dia mengingini uang untuk dirinya. Mungkin dia sedang menabung untuk membeli sebidang tanah di Nongsa. Yudas merasa hidupnya tidak bahagia, hidupnya tidak berjalan dengan baik (life does not go well) karena dia kehilangan yang terbaik. Di sisi lain, para imam merasa hidup mereka baik (life feel good) jika mereka dapat menangkap, membuktikan kesalahan dan menjatuhkan hukuman mati pada Yesus. Mereka memandang Yesus Kristus sebagai ancaman terhadap agama karena Yesus mengatakan Diri-Nya adalah Tuhan. Ketuhanan Yesus membuat para pemuka agama marah.

Yesus bersusah hati dan gelisah. Kehidupannya tidak terasa baik (life does not feel good) karena dia merasa sangat sedih, seperti mau mati rasanya (Mrk. 14:34). Itu merupakan momen tersulit bagi-Nya. Dia sangat ingin melewati momen itu. Bukankah sesuatu yang belum terjadi sering membuat kita susah dan gelisah? Berulang kali Yesus Kristus berdoa agar Diri-Nya dapat melewati momen yang sangat mencekam, yakni salib. Betapa Kristus berharap murid-murid-Nya dapat berlutut bersama Dia. Namun, Kristus merasa sendirian karena murid-murid terlalu lelah dan ngantuk sehingga mereka ketiduran. Mereka tidak mengerti apa yang akan Kristus hadapi malam itu juga.

Kemudian datanglah Yudas Iskariot bersama rombongan besar. Mereka berjalan seperti genk Yakuza. Tujuannya adalah untuk menangkap Yesus. Rombongan besar tersebut diperlukan karena mereka takut jika murid-murid Yesus akan melawan. Mungkin rombongan tersebut berwajah garang membawa pedang, golok, belati dan pemukul baseball. Pada saat itu, Petrus melawan dengan kemampuan John Wicknya. Tiba-tiba murid-murid Yesus yang lain ingin menjadi seperti Robert Mccall (The Equalizer). Namun, Yesus Kristus tidak mengizinkan murid-murid-Nya melawan. Saya yakin di momen itulah, murid-murid Yesus baru mengerti perkataan Yesus pada waktu perjamuan makan malam tentang orang yang akan mengkhianati Dia. Pada saat itu, murid-murid tidak merasa baik (life does not feel good).

Yesus Kristus menyerahkan Diri-Nya untuk ditangkap, dianiayai, diadili dalam ketidakadilan (mereka tidak menemukan kesalahan pada Yesus), dan dihukum mati. Kehidupan yang baik (the good life) dimiliki Kristus sekalipun dalam keadaan tidak merasa baik (life does not feel good). Begitu juga dengan perempuan yang mengurapi dia, yakni dia menjalani kehidupan yang baik (life lived-well) sekalipun dia tidak merasa baik (life does not feel good) karena orang-orang memandang dia dengan penuh hina dan merendahkan dirinya. Kasih dan ketaatan menjadi kunci kehidupan yang baik. Dengan mengalami kehilangan (minyak narswastu dan nyawa), baik perempuan tersebut maupun Yesus mewujudkan hidup yang baik bagi orang banyak.

Iklan membombardir kita dengan menunjukkan kehidupan baik jika seseorang memiliki yang terbaik - yang terbaru adalah yang terbaik. Jalan-jalan ke tempat yang sedang viral, sofa terbaru, kulkas terbaru dan ruang tamu dengan desain terbaru. Namun Kristus justru menunjukkan hal yang berbeda. Mereka tidak mempunyai ruang tamu untuk perjamuan malam. Namun, ada orang yang meminjamkannya kepada mereka. Proses peminjaman ruang tamu sangatlah menarik. Sebab, dua orang murid harus mencari dan mengikuti seorang yang membawa kendi berisi air. Artinya, murid-murid harus memiliki ketajaman penglihatan. Mereka harus melihat dengan tepat, yakni orang yang membawa kendi yang berisi air, bukan berisi anggur, juga bukan kendi kosong. Mereka harus bisa melihat seperti burung rajawali.

Hidup yang baik (the good life) adalah hidup yang berkenan bagi Allah. Kita bersukacita dalam Roh Kudus sekalipun harus menyerahkan diri untuk dikata-katai orang lain atau mengalami kesusahan. Hidup dalam kepenuhan (live life to the fullest) adalah hidup dalam setiap momen di dalam Kristus. Akankah Anda hidup dalam setiap momen dengan penuh? Will you live every moment to the fullest?

Selamat menikmati Chinese New Year Eve Reunion Dinner. Blessed Chinese New Year. Gong Xi Gong Xi!

Ps. Lan Yong Xing