Search

Artikel Kebenaran yang Memerdekakan Kamu (The Truth Will Set You Free)

Yohanes 8:31-32

Lalu Yesus berkata kepada orang-orang Yahudi yang telah percaya kepada-Nya: "Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar murid-Ku  dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu." (Yoh 8:31-32)

Jika kita ditanya apakah kita termasuk orang yang percaya Yesus? mungkin kita akan dengan mudah menjawab “iya”. Namun apabila ditanya apakah saudara termasuk murid-murid Kristus? jangan buru-buru dijawab “iya”, karena belum tentu termasuk murid-murid Yesus.

Ada 2 tipe orang percaya yang bisa kita lihat dalam Yoh 8:31-59.

  1. Murid Yesus
  2. Orang Yahudi yang berusaha membunuh Yesus.

"Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu Yoh 8:37

Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah. Yoh 8:59

Percaya belum tentu murid Yesus, orang Yahudi yang telah percaya Yesus juga pada akhirnya mengambil batu dan melempari Yesus. Sama-sama percaya tapi yang membedakan adalah tetap tinggal dalam firman Tuhan dan yang tidak tinggal di dalam firman Tuhan. Ciri seorang murid Yesus adalah percaya dan tinggal di dalam firman Tuhan sehingga ia akan mengetahui kebenaran.

Kita perlu tahu tentang kebenaran terlebih dahulu, setelah tahu kebenarannya lalu menjalankannya, sehingga kita bisa selamat. Itulah sebabnya dikatakan bahwa kebenaran itu akan memerdekakan kita. Masalahnya kita tahu tentang kebenaran atau tidak? setelah tahu, apakah dilakukan atau tidak? Setelah tahu dan melakukannya maka barulah kebenaran itu akan memerdekakan kita.

Pertanyaannya apakah kita tahu kebenaran? ini kan jawabannya antara iya dan tidak. Tahu, tapi belum semuanya. Kalau sudah tahu semuanya maka kita akan berhenti untuk belajar. Oleh karena itu seorang murid akan terus menerus belajar untuk tahu kebenaran dan melakukannya, Tidak akan ada habisnya kebenaran Tuhan yang kita bisa dapatkan. Jika kita sungguh-sungguh tinggal di dalam firmanNya, maka kita akan mendapatkan pelajaran tentang kebenaran terus-menerus dan tidak ada habis-habisnya, selalu baru terus setiap hari. Setelah mendapatkan pelajaran dari Tuhan kemudian dipraktekkan, maka akan ada hasilnya, apakah lulus atau tidak. Jika lulus maka akan diberikan pelajaran lanjutan lagi yang lebih tinggi, jika belum lulus, nanti Tuhan uji lagi sampai kita lulus. Makanya kalau kita mendapat masalahnya itu-itu terus, kita harus curiga, jangan-jangan kita ini belum lulus, sampai Tuhan menguji kita di masalah yang sama. Harus belajar, tanya Tuhan, renungkan firmanNya  sampai kita melakukannya dengan benar di mata Tuhan.

Apakah tinggal di dalam firman Tuhan maka bisa memerdekakan kita? Tentu saja bisa, karena dengan tinggal di dalam firman Tuhan, maka kita akan tahu tentang kebenaran, mana yang berdosa atau tidak, sehingga kita jadi tahu jalan mana yang harus kita tempuh agar kita selamat, sehingga kita dimerdekakan dari kuasa dosa.

Lihat apa yang terjadi pada Adam dan Hawa ketika dicobai ular. Dikatakan ular itu paling cerdik di antara Binatang ciptaan Tuhan. Perhatikan cara ular menjatuhkan manusia, dimulai dari obrolan. Hawa tidak benar-benar tinggal di dalam firman Tuhan. Perintah Tuhan hanya 1 tapi dia malah menambahkannya. ciri-ciri manusia ya, suka menambah-nambahi perkataan, menambah-nambahi peraturan. Nah cara si ular dia mengurang-ngurangi hukuman dengan mengatakan tidak apa-apa jika kamu makan buah tersebut. Coba aja lihat yang terjadi pada manusia kan juga gitu. misalnya firman Tuhan mengatakan jangan mencuri, eh ditambahin kalau kepepet. Jangan berbohong, ditambahi lagi kalau untuk kebaikan tidak apa-apa. Perintah Tuhan ditambahi, hukumannya dikurangi.

Sudah begitu, dosanya ngajak-ngajak yang lain juga, Hawa ajak Adam. Karena Adam juga tidak tinggal di dalam firman Tuhan, Adamnya juga jadinya jatuh juga. Kita perhatikan, jika dosa dilakukan beramai-ramai akan merasa berkurang rasa bersalahnya. Contoh sederhana, tentang telat datang beribadah. Seandainya kita telat sendiri, tentu kita merasa sangat ga enak, merasa aduh koq saya sepertinya kurang bersungguh-sungguh ibadahnya kepada Tuhan, tidak seperti yang lain. Tapi coba kalau yang telatnya banyak, apalagi di antara yang telat ada anggota MJ atau aktivis, tentu rasa bersalah karena telat beribadah akan jauh berkurang. “tenang aja, itu MJnya saja telat koq, ya tidak apa-apalah saya datang telat juga.”

Tapi seandainya kita tahu tentang kebenaran dan melakukannya tentu hasilnya akan beda. Kalau kita tahu kebenarannya bahwa datang beribadah kepada Tuhan itu merupakan bakti saya kepada Tuhan, maka saya benar-benar mempersiapkan diri untuk bertemu denganNya sebagai bentuk cinta dan penghormatan kepadaNya. Ketika mengetahui dan melakukannya, maka kita tidak mungkin akan telat (kecuali kasus khusus), dan kita dimerdekakan dari rasa bersalah karena hati, pikiran dan tindakan kita benar di mata Tuhan.

Apakah ketika kita mengetahui kebenaran dan melakukannya sudah pasti merasa merdeka? memang belum tentu juga, cara pandang yang keliru membuat kita tidak merasa merdeka meskipun berusaha tinggal di dalam firman. Ketika Tuhan Yesus memberikan perumpamaan tentang hamba dan anak, Tuhan Yesus menggambarkan bahwa melalui diriNya, kita dipersatukan kembali dengan Bapa sebagai anakNya, bukan lagi sebagai hamba. Maka seharusnya apa yang kita pikirkan dan lakukan harus mencerminkan sebagai anak Bapa.

hamba tidak selamanya tinggal dalam rumah, tetapi anak tinggal dalam rumah selamanya.  Yoh 8:35

Mari kita lihat contoh Tuhan Yesus yang lain tentang anak yang hilang kedua anak yang sama-sama tidak menganggap bahwa rumah ini adalah tempat yang membuat mereka merdeka. Anak yang bungsu, menganggap di luar rumah adalah tempat dimana dia mendapatkan kemerdekaan. Setelah di luar rumah yang dianggap sebagai kemerdekaan dia, justru pada akhirnya memenjarakan dia pada hidup yang susah. Akhirnya dia menyadari bahwa ketika dia tinggal bersama Bapanya itu merupakan rumah yang terbaik dimana ia dapat menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya.

Anak yang sulung memang ada di rumah, tapi dalam hati dan pikirannya bukan seperti anak tapi seperti hamba. Ada di rumah tapi tidak merasakan kebebasan, apa yang dilakukannya dianggap seperti melakukan pekerjaan hamba. Tidak bisa menikmati tinggal bersama Bapanya.  Ini seperti kita dalam gereja, tapi kita tidak menikmati tinggal bersama Tuhan. Datang beribadah hanya menjadi beban yang harus dilakukan sebagai orang Kristen. Membaca firman Tuhan juga sebagai beban yang harus dilakukan. Datang OSTM maupun Persekutuan karena tidak enak dengan pendeta atau orang yang mengajak. Ikut dalam bidang pelayanan juga hanya sebagai beban. Maka tidak aneh jika ada masalah dalam pelayanan, langsung jadi bete, mengeluh dan lain sebagainya. Persis seperti pemikiran hamba, hanya memikirkan untung rugi bagi dirinya sendiri. akibatnya tidak bisa menikmatinya. Oh kalau begitu mendingan kita tidak usah ikut OSTM, tidak usah ikut pelayanan, atau tidak perlulah merenungkan firman Tuhan tiap hari. Jika kita seperti itu, kita tidak ada bedanya dengan si bungsu yang keluar dari rumah, keluar dari tinggal di dalam firmanNya.

Yang perlu diperbaiki adalah cara beripkir kita, ketika pelayanan, seharusnya berpikir bahwa semua yang aku lakukan ini untuk Tuhan. Kita ini telah diangkat sebagai anakNya, kita dipercaya untuk ambil bagian dalam membangun rumah Tuhan, bukankah itu jauh lebih berharga. Meskipun tidak mudah, tapi kita diizinkan Tuhan untuk membangunnya. Pelayanan juga tujuannya bukan untuk kesenangan kita kan, tapi untuk menyenangkan hati Bapa kita. Jika kita berpikir sebagai anak Bapa, maka kita pasti bisa menikmati pelayanan meskipun tidak mudah jalannya, bisa menikmati OSTM meskipun lelah seharian bekerja.

Oleh karena itu, tinggallah di dalam Bapa dan milikilah mental sebagai anak bukan sebagai budak. Ingat kita adalah anak-anak kesayangan Bapa. Kejarlah terus kebenaran di dalam firman Tuhan dan lakukanlah maka kebenaran itu akan memerdekakan kita.

Ps. Anthonius Widjaja