Artikel Bisa Menikmati Juga Bisa Menyadari
Pengkhotbah 2:8-11
"Aku juga mengumpulkan bagiku perak dan emas, harta benda raja-raja dari daerah-daerah. Aku mengambil bagiku para penyanyi pria dan wanita, dan banyak selir, kenikmatan anak-anak manusia." (Pkh. 2:8)
Bagaimana Anda mengumpulkan uang? Mengumpulkan angpao? (bercanda) Bekerja dengan rutin, menabung, berdeposito, membeli apartemen dan rumah? Apa saja barang yang telah Anda kumpulkan? Tas, sepatu, perhiasan, tumbler, wine? Apa saja lagu-lagu yang Anda dengarkan dan penyanyi yang Anda follow di Instagram dan Tiktok?
Tidak setiap orang mau bekerja keras. Setelah bekerja keras, tidak setiap orang dapat menikmati hasil jerih payahnya. Setelah menikmati hasil jerih payahnya, tidak setiap orang dapat melihat dengan jelas dan menyadari kesia-siaannya.
"Dalam semua itu hikmatku tetap tinggal padaku." (Pkh. 2:9b)
Hikmat tidak membuat kita imun terhadap kesalahan. Hikmat merupakan kemampuan melihat dengan jelas, tetapi tidak serta-merta membuat kita sanggup menahan dorongan hati kita. Hikmat memampukan kita mengumpulkan kekayaan. Hikmat yang sama juga memampukan kita melihat kesia-siaan. Orang yang berhikmat tidak hanya bekerja keras, tetapi mengenal batas-batas (boundaries), yakni kapan bekerja, kapan beristirahat dan kapan menikmati hasil kerja.
"Aku tidak merintangi mataku dari apapun yang dikehendakinya, dan aku tidak menahan hatiku dari sukacita apa pun, sebab hatiku, bersukacita atas segala jerih payahku. Itulah buah segala jerih payahku." (Pkh. 2:10)
Salomo tidak menahan hatinya dari sukacita apa pun. Dia bekerja keras, meraih dan menikmatinya. Ketika mengingini helikopter, dia bekerja keras dan membelinya. Ketika ingin menikmati kapal pesiar (yacht), dia bekerja keras dan memilikinya. Ketika mengingini liburan di Greenland, dia bekerja keras dan berlibur di sana. Tidak ada yang merintanginya, sebab dia tidak menahan keinginan hatinya.
"Ketika aku MENINJAU segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala jerih payah yang telah kulakukan untuk itu, LIHATLAH semua itu kesia-siaan dan usaha menjaring angin: tidak ada yang bermakna di bawah matahari." (Pkh. 2:11).
Hikmat Salomo mendorongnya untuk MENINJAU, untuk mengevaluasi untuk memerhatikan. Itulah kekuatan hikmat Allah! Dia menenukan segala pengejarannya dan kenikmatan yang ia nikmati adalah kesia-siaan, kekosongan belaka. Kita mungkin pernah mendengarkan ada yang berkata bahwa Salomo berkata demikian setelah dia menikmatinya. Sedangkan kita yang belum menikmatinya, kita ingin menikmatinya terlebih dahulu, setelah itu kita baru meninjau dan menyadari kesia-siaannya. Hal ini merupakan sebuah bentuk kebodohon bagaikan sudah diperingatkan "panas", malah tetap menyentuhnya.
Baik kekayaan maupun kenikmatan berasal dari Tuhan. Kita tidak diciptakan untuk hidup dengan kaku tanpa arti. Namun, Tuhan ingin kita selalu menguji dan meninjau kehidupan kita, apa yang kita kejar, kerjakan dan bicarakan. Sebab, Dia tidak ingin kita terjerumus ke dalam kesia-siaan. Jadilah orang yang bisa menikmati, tetapi juga bisa menyadari. Artinya, kita mengenal batas-batasnya. Mengapa hal ini penting untuk disadari sejak muda? Agar kita tidak membuang-buang waktu kita untuk mengejar apa yang penting.
Ps. Lan Yong Xing