Artikel Arahkanlah Hatimu Hanya Pada-Nya!
Efesus 4: 9-16
Seorang remaja melintasi rumah seorang nenek sebatang kara dan melihat bahwa kehidupan nenek ini sungguh memprihatinkan. Oleh karena itu, untuk menghiburnya dan menunjukkan supportnya, remaja ini pun berinisiatif mendekati dan memberikan burger ayam yang enak kepada nenek ini. Ketika mendapatkannya nenek ini berkata “wah, terima kasih Tuhan, rupanya engkau masih memerhatikan hambamu lewat anak remaja ini. Terima kasih nak, sudah lama kuimpikan makan burger yang seenak ini”. Melihat respon nenek yang sumringah ini, si remaja pun berkomitmen akan menyisihkan uang jajannya dan seminggu sekali akan membelikan nenek tersebut burger yang enak. Demikianlah, minggu demi minggu si nenek mendapatkan burger gratis. Tetapi karena setiap minggu hanya mendapatkan burger itu-itu saja, si nenek mulai komplain dan berkata “ga ada yang lain ya!”. Dan pernah juga karena tidak sempat pergi untuk membelikan burger, si nenek kemudian memarahi si anak remaja ini, dan akhirnya walaupun dibelikan burger lagi, sepatah kata ucapan terima kasih pun tidak pernah keluar lagi dari mulut nenek ini seperti awal-awal dia menerima berkat dari Tuhan melalui gadis remaja tersebut!
Seringkali di dalam kehidupan sehari-hari kita tidak lagi mengucap syukur dan tidak lagi mengarahkan hidup kita pada Allah karena kita sudah terbiasa menerima berkat-berkat-Nya; entah itu pekerjaan, kesempatan, pelayanan, bahkan nafas kehidupan yang baru dari-Nya. Kita seperti nenek tadi, yang pada awal-awal mengarahkan hatinya pada Allah, tetapi akhirnya berahir pada hanya sebuah burger. Seperti nenek di atas, ritme kehidupan yang sudah membiasa membuat kita mati rasa, dan kehilangan bela rasa, bahkan ketika kita dianugerahkan karunia pun kita bisa jadi merasa bahwa itu pun adalah hal biasa. Hal ini bisa terjadi karena kita tidak lagi mengarahkan hati kita pada Allah, tetapi kita mengarahkan hati kita pada berkat-berkat-Nya dan kepada diri kita! Ini adalah ciri khas orang yang belum dewasa iman atau belum bertumbuh secara penuh di dalam Kristus sebagaimana juga yang terdapat di dalam jemaat Efesus. Dan oleh karena itu Paulus menegaskan bahwa mereka bukan lagi anak-anak yang tidak tahu arah hidupnya karena diombang ambingkan oleh manusia dan oleh berbagai macam angin pengajaran (ay. 13-14).
Penjara “kehidupan” yang dialami Paulus tidak mampu membelenggu fokus dan arah hidup Paulus. Walaupun ia memiliki banyak keterbatasan karena di penjara, tetapi karena ia mengarahkan hidupnya hanya pada Allah maka Allah menganugerahkan kepekaan dan hikmat atasnya untuk memenuhi panggilan-Nya, dan Allah memakai hidupnya untuk mengarahkan hidup orang yang telah salah arah kembali ke jalan yang benar, kembali ke arah Allah. Ia melihat bahwa karena sudah terbiasa menerima berkat dan karunia Allah, banyak jemaat-jemaat Efesus menentukan arah hidup dan gereja pada waktu itu secara sendiri-sendiri sehingga tidak hanya tidak bertumbuh di dalam pengetahuan yang benar akan Allah dan karya-Nya, mereka juga bisa membuat gereja, umat Tuhan pada waktu itu tidak bersatu bahkan terpecah belah. Hal ini semua terjadi karena mereka salah mengarahkan hidupnya, mereka mengarahkan hidupnya pada diri sendiri dan pada berhala, dan hal-hal yang lainnya!
Karena melihat kecendrungan yang demikian maka pada ayat 15-16 dikatakan “Sebaliknya, dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih, kita BERTUMBUH DI DALAM SEGALA HAL KE ARAH DIA, KRISTUS, yang adalah Kepala. Dari Dialah seluruh tubuh yang rapi tersusun dan diikat menjadi satu oleh pelayanan semua sendi yang menopangnya, menerima pertumbuhan sesuai dengan kadar pekerjaan tiap-tiap anggota, dan membangun dirinya dalam kasih”. Di sini Paulus menegaskan bahwa apa pun bagian atau karunia yang dimiliki oleh jemaat Efesus, sebesar atau sekecil apa pun itu semuanya mesti bertumbuh dengan benar yakni bertumbuh ke arah Dia. Jika jemaat atau gereja ibarat pohon, maka tidak bisa pohon saja yang bertumbuh, tetapi juga batangnya, rantingnya, bahkan daun-daunnya, dan bebuahannya. Dengan kata lain, kita di sini sebagai gereja maupun pribadi mesti mengalami pertumbuhan dan ambil andil di dalam pertumbuhan gereja, tidak peduli siapa pun kita dan apa pun latar belakang dan bagian pertumbuhan apa pun yang akan kita ambil sebagai bagian kita. Semuanya mesti bertumbuh ke arah Kristus, berpusat pada Kristus. Artinya semakin hari hidup kita baik secara pribadi maupun sebagai gereja mestilah semakin serupa dengan Kristus. Maka sudah menjadi sebuah keharusan untuk setiap hari kita renungkan “apakah hari ini hidupmu, gerejamu, sudah menyerupai teladan Kristus?”
Jika gereja maupun hidup kita makin hari makin tidak serupa dengan teladan Kristus, maka jelas bahwa kita tidak mengarahkan hidup kita pada-Nya tetapi pada hal-hal yang lain. Tuhan mau kita mengarahkan hidup kita hanya pada-Nya sehingga kita semakin dewasa, semakin bertumbuh di dalam pengenalan akan Dia, kita semakin diperlengkapi lagi di dalam pelayanan kita pada-Nya (ay. 12). Pertanyaannya adalah bagaimana kita mengarahkan hidup kita hanya kepada-Nya di tengah tantangan dan pergumulan hidup yang ada? atau di dalam bahasa yang digunakan oleh Paulus pada ayat 1 “bagaimana caranya agar hidup kita dapat berpadanan dengan panggilan-Nya?”. Jawabannya dapat kita temukan pada ayat 2-4 bacaan kita hari ini yakni kita harus dengan sekuat hati dan tenaga untuk hidup di dalam kerendahan hati, lemah lembut, sabar, dan senantiasa memelihara hidup di dalam Persekutuan dengan Allah dan sesama. Rendah hati di sini dapat dimaknai sebagai sebuah sikap yang mengakui kelemahan dan keterbatasan diri, dan lemah lembut di sini dapat diartikan sebagai sebuah sikap yang dapat mengontrol diri, lemah lembut seperti Yesus. Sementara sabar dapat dimaknai sebagai sebuah sikap tekun, dapat hanya dengan mengakui kelemahan dan keterbatasan kita, menguasai diri, rendah hati dan lembah lembut, dan sabar, kita dapat mengarahkan diri kita hanya pada Allah. Maka patut kita renungkan adalah bagaimana selama ini kita hidup, apakah engkau telah hidup di dalam kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran di hadapan Allah?mempercayakan, berserah, dan bersandar pada kedaulatan-Nya. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
Berikutnya, agar kita dapat mengarahkan hati kita hanya kepada Allah adalah dengan hidup di dalam persekutuan dengan Allah dan sesama. Artinya relasi dengan Allah melalui persekutuan dengan-Nya mestilah senantiasa dijaga yang tentunya terlihat dari ketekunan kita untuk berdoa, membaca,dan merenungkan firman-Nya. Dan relasi dengan sesama umat Tuhan melalui persekutuan mesti juga senantiasa dijaga. Sebab di dalam komunitas dan persekutuanlah kita akan saling mengingatkan, mendoakan, dan saling bertumbuh di dalam Dia ke arah yang benar. Oleh karena itu maukah Anda senantiasa menjaga relasi dan persekutuanmu dengan Allah dan sesama? Hanya dengan demikian kita dapat mengarahkan hati kita hanya kepada-Nya!
Suatu kali Tuhan Yesus berkata bahwa “dimana hartamu berada di situ juga hatimu berada” (Matius 6: 21). Tuhan Yesus tahu bahwa salah satu kecendrungan hati manusia adalah seringkali dikuasai hartanya daripada ia menguasai hartanya. Harta di sini bisa berbentuk material maupun non material seperti pengetahuan, kepintaran, relasi atau koneksi, posisi atau jabatan, dst. Harta ini pada dasarnya adalah titipan dan berkat Tuhan. Tetapi seringkali hal ini membuat seseorang semakin jauh dari Tuhan. Hartanya menjadi berhalanya, menjadi tuhannya, yang akan mendatangkan penderitaan dan malapetaka baginya. Tuhan tidak mau hal ini terjadi sebab Ia sangat mengasihi kita dan merancangkan hidup yang penuh kebahagiaan dan damai sejahtera. Oleh karena itu Ia mau kita mengarahkan hidup kita hanya kepada-Nya yakni dengan cara hidup di dalam kerendahan hati, lembat lembut, sabar, dan senantiasa hidup di dalam Persekutuan. Hanya dengan mengarahkan hati dan hidup kita hanya pada-Nya kita dapat hidup berpadanan dengan panggilan-Nya, kita semakin dewasa di dalam Dia, mengenal- Nya dengan benar, dan diperlengkapi untuk melayani-Nya. Dan hanya dengan mengarahkan hati pada-Nya kita dapat menguasai ‘harta” titipan-Nya, dan menikmatinya sehingga hidup kita senantiasa berkenan dan sesuai isi hati-Nya. Mari kita mengarahkan hati dan hidup kita hanya kepada-Nya apa pun yang akan kita lakukan dan kerjakan serta rencanakan!
Ev. Malemmita