Search

Artikel Air Mata dalam Botol Minum

 KEHIDUPAN YANG PENUH DENGAN TANGISAN

Pada saat lahir, kita menangis karena harus berpisah dengan rahim ibu yang nyaman. Pada hari pertama masuk sekolah, kita menangis karena harus berpisah dengan rumah yang nyaman. Pada saat putri kita menikah, kita menangis karena ia akan berpisah dengan kita. Pada saat menikah, mempelai perempuan menangis karena harus berpisah dengan orangtuanya. Pada saat sudah tua, kita duduk di rumah dan menangis karena merasa waktu kita akan segera berakhir. Kemudian ketika kita meninggal dunia, orang lain menangis. Hidup ini penuh dengan tangisan.

KOLEKSI AIR MATA

Setiap kita mungkin mempunyai barang koleksi yang berbeda-beda. Niek Vermeulen mengoleksi 6.290 airsick bags dari 1.191 maskapai penerbangan, dari hampir 200 negara.

Apa yang Saudara sukai, dan apa yang Saudara koleksi? Ada orang yang suka mengoleksi botol air mineral, produk coca-cola, botol susu, botol saus sambal, penghapus dan lain sebagainya. Barang-barang koleksi ini pasti sangat berharga bagi sang kolektor. 

Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan? (Mzm. 56:9).

Apa perasaan Saudara ketika Saudara membaca bahwa Tuhan menyimpan air mata kita di dalam kirbat-Nya (botol minum)? Jika Tuhan menyimpan air mata kita dalam botol minum-Nya, ini pasti menunjukkan bahwa Dia menghargai kesedihan kita. Ini juga menunjukkan kekuatan botol minum-Nya untuk menampung air mata kita sehingga tidak bocor maupun tertumpah. 

Tentu maksudnya bukan Tuhan sungguh-sungguh menyimpan air mata kita di dalam botol minum-Nya di surga, sehingga kelak kita akan mencarinya dan berlomba air mata siapa paling banyak. Tuhan “mendaftarkan” (mencatat, membukukan) air mata kita, berarti Dia tidak saja mengetahui, tetapi juga mengingat penderitaan kita. Bayangkan, jika di dalam langit dan bumi yang baru, Tuhan berjalan bersama kita dan berbicara dengan kita tentang penderitaan yang pernah kita alami. Betapa indahnya, bukan? Coba Saudara bayangkan penderitaan Saudara pada masa kanak-kanak atau pada masa remaja. Betapa berat dan sakitnya penderitaan tersebut ketika Saudara mengalaminya, tetapi ketika Saudara merenungkannya kembali saat ini, penderitaan tersebut tidak lagi terasa begitu menyakitkan. Begitu pun apabila kita memerhatikan penderitaan kita ketika kita berada di langit dan bumi yang baru. Kita akan melihatnya dari sudut pandang yang baru.

FUNGSI AIR MATA

Menurut para ahli, mata manusia bisa menghasilkan tiga jenis air mata. Yang pertama, berfungsi untuk menjaga mata agar tetap bersih, juga memberikan pelumas pada mata agar tidak terlalu kering (basal). Yang kedua, air mata yang bersifat refleks, yakni ketika mata harus menolak iritasi seperti adanya serangga, asap, bawang merah (air mata refleks). Dalam hal ini, air mata mungkin mengandung antibodi untuk melawan bakteri. Yang ketiga adalah air mata emosional, yang diproduksi ketika kita gembira, sedih, dan terharu. Air mata ini mengandung hormon stres yang tinggi. Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2014 menyatakan bahwa menangis dapat mengaktifkan PNS atau Parasymphatic Nervous System yang memberi kemampuan kepada seseorang untuk relaks. Menangis juga dapat mengeluarkan bahan kimia dan hormon stres dari tubuh (bagian ini masih harus dibuktikan dengan lebih banyak penelitian).

Apakah hal ini berarti kita harus menikmati penderitaan? Saya pikir tidak, karena menikmati penderitaan justru menjadikan kita masokhis—sebuah kondisi kelainan jiwa ketika seseorang menikmati dirinya disakiti atau bahkan juga menikmati menyakiti orang lain.

Jika air mata itu bermanfaat, apakah demikian juga dengan penderitaan? Mungkin hal ini seperti membawa anak kita untuk menerima suntikan imunisasi. Meskipun ia menangis dan menolak, kita tetap memberikan imunisasi itu kepadanya.

RATAP TANGIS & DUKACITA AKAN BERAKHIR

Pernah ketika berada di dalam pesawat, saya menyaksikan seorang ibu menangis karena bayinya menangis. Ibu ini berkata kepada bayinya bahwa rasa sakitnya akan berakhir ketika pesawat mendarat. Ia berusaha menenangkan bayinya dengan berbagai cara, tetapi tidak berhasil. 

Seperti bayi di dalam pesawat, meskipun kita diberitahu Kristus bahwa penderitaan kita akan berakhir pada saat “pesawat Kerajaan Allah tiba”, kita tetap saja tidak memahaminya. Yang kita tahu adalah, kita merasa menderita.

Dan Ia akan menghapus segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu.” (Why. 21:4).

JENDELA BERWARNA EMAS

Di sebuah pegunungan, ada seorang anak kecil yang suka memandang sebuah rumah dengan jendela berwarna emas yang agak jauh dari rumahnya. Biasanya ia memerhatikan jendela berwarna emas itu hingga tidak terlihat lagi olehnya. Suatu pagi, ia memohon kepada ayahnya untuk membawanya mengunjungi rumah itu. Ayahnya setuju, dan mereka pun berangkat. 

Mereka berjalan dan berjalan hingga tiba di sana. Anak laki-laki itu merasa bingung karena tidak dapat menemukan jendela berwarna emas itu. Seorang gadis keluar dan bertanya, “Apakah kalian mencari sesuatu?” Anak laki-laki tersebut menjawab, “Ya kawan, mengapa saya tidak dapat menemukan jendela berwarna emas yang biasa saya lihat pada pagi hari?”

Gadis itu menjawab, “Kalian telah mencari rumah yang salah. Kalau kalian mau menunggu sebentar hingga menjelang matahari terbenam, saya akan tunjukkan rumah dengan jendela berwarna emas. Gadis tersebut menunjuk sebuah rumah yang jauh—rumah anak laki-laki itu.

Dalam hidup ini kita sering memerhatikan jendela emas kehidupan orang lain. Kita ingin menuju ke sana namun ketika kita mendekat, kita tidak melihatnya. Sebenarnya, jendela emas juga ada pada kita, yakni ketika cahaya kehidupan menyinari pengalaman-pengalaman hidup kita.

Tetapi seperti ada tertulis: "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang DISEDIAKAN ALLAH UNTUK MEREKA YANG MENGASIHI DIA” (1 Kor. 2:9)

Penderitaan berfungsi sebagai proses untuk membentuk kita dan menjadikan kita pribadi yang kuat dan dewasa. Tuhan menyediakan sebuah hadiah yang belum pernah dilihat, didengar dan dipikirkan oleh manusia yang mengasihi-Nya. Saya percaya ketika kita menerimanya, kita berseru “wow” seolah-olah rahang kita akan jatuh.

Kita cenderung berpikir bahwa dunia ini akan lebih baik tanpa penderitaan. Sungguhkah demikian? Apabila di dunia ini tidak ada penderitaan, maka juga tidak akan ada cinta karena tidak ada kebencian. Tidak akan ada pengampuan karena tidak ada perselisihan. Tidak akan ada keadilan karena tidak ada ketidakadilan. Tidak akan ada belas kasihan karena tidak ada yang perlu dikasihani. Tidak akan ada keberanian karena tidak ada ketakutan. Tidak akan ada pemberian, karena tidak ada kekurangan. Dengan kata lain, ada banyak hal indah yang hilang jika di dunia ini tidak ada penderitaan.

Tidak ada pintu ajaib di depan surga yang langsung mengubah setiap orang yang masuk ke dalamnya menjadi penuh cinta kasih, penuh pengampunan, tidak suka bergosip, menghargai dan menghormati sesama, dan seterusnya. Ini semua diproses melalui kondisi kehidupan yang tidak nyaman, yang dipenuhi dengan penderitaan.

Apabila kita mengajukan pertanyaan, “Mengapa kamu ingin mempunyai anak?” Dan yang bersangkutan menjawab, “Supaya saya mendapat pembantu rumah tangga gratis. Supaya anak ini menjadi mainan buat anak saya yang lain. Karena saya membutuhkan tenaga kerja gratis,” maka kita akan merasa bahwa orangtua tersebut adalah orang yang keji. Bagaimana jika jawabannya adalah, “Saya melahirkan anak karena saya ingin mengasihinya.” Namun jika kita benar-benar mengasihi anak kita, bukankah sebaiknya kita tidak melahirkannya karena dunia ini penuh dengan penderitaan?” Sederhana, cinta lebih kuat daripada penderitaan. Mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan? Saya percaya jawabannya sama: cinta lebih kuat daripada penderitaan.

Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya  (Mzm. 73:26).

Sekalipun jiwa ragaku menjadi lemah, Engkaulah kekuatanku, ya Allah; Engkaulah segala yang kumiliki untuk selama-lamanya (Mzm. 73:26 BIS).

Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan PERSEKUTUAN DALAM PENDERITAANNYA, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya (Flp. 3:10).

Pastor Lan Yong Xing